Beberapa
pembahsan mengenai BBLR
Berat lahir merupakan
salah satu prediktor signifikan perkembangan mental anak, pertumbuhan fisik
masa depan, dan kelangsungan hidup. Ini adalah salah satu faktor risiko
penting untuk morbiditas dan mortalitas anak. Menurut Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO), rendah lahir berat badan (BBLR) didefinisikan
sebagai bayi lahir berat badankurang dari 2.500 gram. Kelompok
anak ini dianggap memiliki risiko kematian neonatal, paska neonatal, dan morbiditas
yang lebih tinggi. Bayi dengan BBLR dikaitkan dengan kondisi dini dan
terlambat seperti gangguan fungsi kognitif, gangguan psikologis, dan penyakit
jantung koroner. Faktor-faktor untuk BBLR belum sepenuhnya dipahami
meskipun penelitian melimpah telah dilakukan untuk memastikan faktor-faktor
yang mendasarinya. Meskipun BBLR dianggap sebagai penyakit multifaktorial,
sebagian besar faktor risiko dapat dicegah sebelum kehamilan (Maznah et al,
2016).
Ada perbedaan
yang signifikan dalam kejadian BBLR antara negara maju dan berkembang dan
antara berbagai daerah di suatu negara. Di negara maju, kemunculannya 7%,
sedangkan di negara berkembang 15%. Secara global, perkiraan terakhir
menunjukkan bahwa ada 18 juta bayi BBLR yang lahir setiap tahun. Di
Afrika sub-Sahara, prevalensi BBLR bervariasi menurut wilayah. Prevalensi
BBLR di Ethiopia adalah 28,3% sementara ada 199 bayi BBLR per 1.000 kelahiran hidup di
Zimbabwe. Di Nigeria, LBW mempengaruhi sekitar 5-6 juta anak setiap tahun. Insidensinya
adalah 12,1% pada Jos, 11,4% di Ogun, dan 16,9% di Maiduguri. Sejumlah
faktor perlu diselidiki untuk mengurangi prevalensi BBLR di Nigeria (Maznah et
al, 2016).
Ada banyak
faktor ibu dan janin yang berkontribusi terhadap kejadian BBLR. BBLR
sangat terkait dengan faktor ibu seperti muda dan tua usia, rendah status
sosial-ekonomi, tinggal di daerah pedesaan, dan buta huruf. Ibu berusia di
bawah 17 dan di atas 35 tahun berisiko mengantarkan bayi BBLR. Ibu
dalam kondisi sosio-ekonomi yang kurang beruntung sering kali memiliki bayi
BBLR. Ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa faktor ibu dan perilaku
berisiko selama periode antenatal memainkan peran penting dalam kelahiran berat dari bayi. Ibu
hamil dengan gaya hidup tidak sehat yang mencakup aktivitas seperti merokok
ternyata berisiko tinggi mengantarkan bayi BBLR. Sebuah studi
sebelumnya juga menunjukkan bahwa obat yang dikonsumsi selama kehamilan,
seperti profilaksis malaria, dikaitkan dengan kejadian BBLR. Faktor risiko
lain yang terkait dengan BBLR meliputi tingginya ibu, indeks massa tubuh (BMI), berat
badan, paritas, interval kelahiran, kehamilan multipel, pengalaman
kekerasan fisik, dan kurangnya asuhan antenatal yang terampil. Faktor-faktor
paternal seperti tingkat pendidikan, usia, dan kesempatan kerja juga terkait
secara signifikan dengan kejadian BBLR (Maznah et al, 2016).
Kunjungan
antenatal care (ANC) penting untuk kesehatan ibu dan janin. ANC mengacu
pada layanan kesehatan terkait kehamilan yang diberikan oleh petugas kesehatan
yang terampil selama kehamilan yang memantau kesehatan ibu dan anak yang belum
lahir. Hal ini penting untuk tujuan mendapatkan hasil terbaik dan mencegah
komplikasi apapun. Frekuensi kunjungan ANC dan paritas dikaitkan secara
bermakna dengan hasil kelahiran seperti berat lahir. Ibu
hamil yang menghadiri kurang dari empat kunjungan ANC melipatgandakan risiko
melahirkan bayi BBLRdibandingkan dengan yang mengunjungi empat atau
lebih kali. Selain itu, penelitian menemukan bahwa prevalensi BBLR tinggi,
sampai 57% dan 61,8%, di antara ibu yang tidak menerima ANC. Karena
ketidakteraturan kunjungan ANC, ibu hamil tidak mematuhi saran atau obat yang
direkomendasikan oleh penyedia layanan kesehatan dan selanjutnya akan
meningkatkan kejadian BBLR. Kualitas setiap kunjungan ANC juga harus
ditekankan agar mendapat cakupan perawatan yang efektif (Maznah et al, 2016).
Faktor
perinatal, terutama masalah pernapasan dan infeksi, menyumbang sebagian besar
kematian pada bayi di sangat rendah berat lahir bayi (84%)
dan juga umum pada mereka dengan rendah lahir berat (31%). Malformasi
kongenital menjelaskan 35% kematian pada kelompok dengan berat
lahir rendah dan setengah dari kematian pada bayi dengan
berat> = 2500 g (normal) saat lahir (Mayor, 2016).
Umur
kehamilan merupakan masa yang dihitung sejak hari pertama haid terakhir
(Rahmi, dkk., 2014) dan menggambarkan
perkembangan dan pertumbuhan janin. Pada
trimester II dan III,
pertumbuhan janin semakin pesat karena organ telah terbentuk dan berfungsi. Kehamilan minggu
ke-28 merupakan pembentukan sistem syaraf pusat kontrol pernafasan. Minggu ke-32 merupakan saat
penimbunan lemak pada subkutan dan memasuki minggu ke-36 organ paru mulai berfungsi (Kosim,
2012).
Kehamilan
cukup bulan/ aterm apabila telah memasuki minggu ke 37-42, sedangkan
kehamilan <37 minggu disebut preterm/ kurang bulan dan bila >42 minggu disebut posterm. Umur kehamilan kurang
bulan (<37 minggu) mengakibatkan pertumbuhan dan
perkembangan janin belum optimal. Bayi yang terlahir
saat <37 minggu dapat mengganggu pembentukan
sistem
penimbunan lemak pada subkutan sehingga bayi berisiko memiliki berat lahir kurang dari 2.500
gram. Begitu pula dengan fungsi organ pernafasan
yang belum optimal sehingga bayi BBLR berisiko
tinggi mengalami kematian (Manuaba, 2012).
Kelahiran
prematur pada umur kehamilan yang kurang dapat pula disebabkan karena
anemia (Manuaba, 2012). Ketuban pecah dini juga merupakan akibat dari anemia dan asupan
gizi kurang (Rahmi dkk., 2014). Kebutuhan zat besi sangat penting bahkan dimulai sebelum
kehamilan. Program Departemen Kesehatan RI ialah memberikan Tablet Tambah Darah (TTD) yang mengandung zat besi dan asam folat sebanyak 90 tablet selama kehamilan. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi anemia pada ibu hamil dan risiko terjadinya BBLR dan kematian ibu dan bayi. Selain zat besi, zat gizi mikro lainnya juga diperlukan ibu hamil. Zat gizi mikro dari asupan makanan kurang mencukupi kebutuhan ibu hamil sehingga perlu adanya konsumsi suplemen
mikronutrien secara rutin.
Usia ibu
saat hamil, tingkat pendidikan, dan umur kehamilan memiliki hubungan terhadap
bayi BBLR. Hanya umur kehamilan menjadi faktor
risiko bayi BBLR. Ibu yang melahirkan pada usia
kehamilan kurang bulan (<37 minggu) berisiko 66 kali melahirkan bayi BBLR daripada ibu yang melahirkan cukup bulan pada primigravida. Tingkat pendapatan, frekuensi ANC, kualitas ANC, dan tabu makanan tidak memiliki hubungan dan bukan menjadi faktor risiko terhadap kejadian bayi
BBLR Sholiha dan Sri, 2015).
DAFTAR PUSTAKA
Kosim. 2012. Buku Ajar
Neonatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
Manuaba. 2012. Ilmu Kebidanan,
Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
Mayor,
S., 2016. Low Birth Weight is Associated with Increase Deaths in Infancy and
Adolescence, Shows Study. BritishMedical
Journal. London Vol. 353.
Maznah,
D., Nazar, A., Oche, M.O., dan Norlaili, A.A. 2016. Risk Factors for Low Birth
Weight in Nigeria: Evidence from The 2013 Nigeria Demographic and Health. Global
Health Action. Abingdon Vol. 9
Rahmi., Arsyad., & Rismayanti. 2014. FaktorFaktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Bayi Berat Badan
Lahir Rendah Di RSIA Pertiwi Makassar. Jurnal Epidemiologi FKM Universitas
Hasanudin. Diakses dari repository. unhas.ac.id/.../RAHMI DKK.%20K11110290.
pdf
Sholiha, H dan Sri, S.
2015. Analisis Risiko Kejadian Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) pada
Primigravida. Media Gizi Indonesia 10(1);
57-63
No comments:
Post a Comment