Saturday, 3 March 2018

BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR)

Beberapa pembahsan mengenai BBLR
Berat lahir merupakan salah satu prediktor signifikan perkembangan mental anak, pertumbuhan fisik masa depan, dan kelangsungan hidup. Ini adalah salah satu faktor risiko penting untuk morbiditas dan mortalitas anak. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), rendah lahir berat badan (BBLR) didefinisikan sebagai bayi lahir berat badankurang dari 2.500 gram. Kelompok anak ini dianggap memiliki risiko kematian neonatal, paska neonatal, dan morbiditas yang lebih tinggi. Bayi dengan BBLR dikaitkan dengan kondisi dini dan terlambat seperti gangguan fungsi kognitif, gangguan psikologis, dan penyakit jantung koroner. Faktor-faktor untuk BBLR belum sepenuhnya dipahami meskipun penelitian melimpah telah dilakukan untuk memastikan faktor-faktor yang mendasarinya. Meskipun BBLR dianggap sebagai penyakit multifaktorial, sebagian besar faktor risiko dapat dicegah sebelum kehamilan (Maznah et al, 2016).
Ada perbedaan yang signifikan dalam kejadian BBLR antara negara maju dan berkembang dan antara berbagai daerah di suatu negara. Di negara maju, kemunculannya 7%, sedangkan di negara berkembang 15%. Secara global, perkiraan terakhir menunjukkan bahwa ada 18 juta bayi BBLR yang lahir setiap tahun. Di Afrika sub-Sahara, prevalensi BBLR bervariasi menurut wilayah. Prevalensi BBLR di Ethiopia adalah 28,3% sementara ada 199 bayi BBLR per 1.000 kelahiran hidup di Zimbabwe. Di Nigeria, LBW mempengaruhi sekitar 5-6 juta anak setiap tahun. Insidensinya adalah 12,1% pada Jos, 11,4% di Ogun, dan 16,9% di Maiduguri. Sejumlah faktor perlu diselidiki untuk mengurangi prevalensi BBLR di Nigeria (Maznah et al, 2016).
Ada banyak faktor ibu dan janin yang berkontribusi terhadap kejadian BBLR. BBLR sangat terkait dengan faktor ibu seperti muda dan tua usia, rendah status sosial-ekonomi, tinggal di daerah pedesaan, dan buta huruf. Ibu berusia di bawah 17 dan di atas 35 tahun berisiko mengantarkan bayi BBLR. Ibu dalam kondisi sosio-ekonomi yang kurang beruntung sering kali memiliki bayi BBLR. Ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa faktor ibu dan perilaku berisiko selama periode antenatal memainkan peran penting dalam kelahiran berat dari bayi. Ibu hamil dengan gaya hidup tidak sehat yang mencakup aktivitas seperti merokok ternyata berisiko tinggi mengantarkan bayi BBLR. Sebuah studi sebelumnya juga menunjukkan bahwa obat yang dikonsumsi selama kehamilan, seperti profilaksis malaria, dikaitkan dengan kejadian BBLR. Faktor risiko lain yang terkait dengan BBLR meliputi tingginya ibu, indeks massa tubuh (BMI), berat badan, paritas, interval kelahiran, kehamilan multipel, pengalaman kekerasan fisik, dan kurangnya asuhan antenatal yang terampil. Faktor-faktor paternal seperti tingkat pendidikan, usia, dan kesempatan kerja juga terkait secara signifikan dengan kejadian BBLR (Maznah et al, 2016).
Kunjungan antenatal care (ANC) penting untuk kesehatan ibu dan janin. ANC mengacu pada layanan kesehatan terkait kehamilan yang diberikan oleh petugas kesehatan yang terampil selama kehamilan yang memantau kesehatan ibu dan anak yang belum lahir. Hal ini penting untuk tujuan mendapatkan hasil terbaik dan mencegah komplikasi apapun. Frekuensi kunjungan ANC dan paritas dikaitkan secara bermakna dengan hasil kelahiran seperti berat lahir. Ibu hamil yang menghadiri kurang dari empat kunjungan ANC melipatgandakan risiko melahirkan bayi BBLRdibandingkan dengan yang mengunjungi empat atau lebih kali. Selain itu, penelitian menemukan bahwa prevalensi BBLR tinggi, sampai 57% dan 61,8%, di antara ibu yang tidak menerima ANC. Karena ketidakteraturan kunjungan ANC, ibu hamil tidak mematuhi saran atau obat yang direkomendasikan oleh penyedia layanan kesehatan dan selanjutnya akan meningkatkan kejadian BBLR. Kualitas setiap kunjungan ANC juga harus ditekankan agar mendapat cakupan perawatan yang efektif (Maznah et al, 2016).
Faktor perinatal, terutama masalah pernapasan dan infeksi, menyumbang sebagian besar kematian pada bayi di sangat rendah berat lahir bayi (84%) dan juga umum pada mereka dengan rendah lahir berat (31%). Malformasi kongenital menjelaskan 35% kematian pada kelompok dengan berat lahir rendah dan setengah dari kematian pada bayi dengan berat> = 2500 g (normal) saat lahir (Mayor, 2016).
Umur kehamilan merupakan masa yang dihitung sejak hari pertama haid terakhir (Rahmi, dkk., 2014) dan menggambarkan perkembangan dan pertumbuhan janin. Pada trimester II dan III,
pertumbuhan janin semakin pesat karena organ telah terbentuk dan berfungsi. Kehamilan minggu
ke-28 merupakan pembentukan sistem syaraf pusat kontrol pernafasan. Minggu ke-32 merupakan saat
penimbunan lemak pada subkutan dan memasuki minggu ke-36 organ paru mulai berfungsi (Kosim,
2012).

Kehamilan cukup bulan/ aterm apabila telah memasuki minggu ke 37-42, sedangkan
kehamilan <37 minggu disebut preterm/ kurang bulan dan bila >42 minggu disebut posterm. Umur kehamilan kurang bulan (<37 minggu) mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan janin belum optimal. Bayi yang terlahir saat <37 minggu dapat mengganggu pembentukan sistem
penimbunan lemak pada subkutan sehingga bayi berisiko memiliki berat lahir kurang dari 2.500
gram. Begitu pula dengan fungsi organ pernafasan yang belum optimal sehingga bayi BBLR berisiko
tinggi mengalami kematian (Manuaba, 2012).

Kelahiran prematur pada umur kehamilan yang kurang dapat pula disebabkan karena
anemia (Manuaba, 2012). Ketuban pecah dini juga merupakan akibat dari anemia dan asupan
gizi kurang (Rahmi dkk., 2014). Kebutuhan zat besi sangat penting bahkan dimulai sebelum
kehamilan. Program Departemen Kesehatan RI ialah memberikan Tablet Tambah Darah (TTD) yang mengandung zat besi dan asam folat sebanyak 90 tablet selama kehamilan. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi anemia pada ibu hamil dan risiko terjadinya BBLR dan kematian ibu dan bayi. Selain zat besi, zat gizi mikro lainnya juga diperlukan ibu hamil. Zat gizi mikro dari asupan makanan kurang mencukupi kebutuhan ibu hamil sehingga perlu adanya konsumsi suplemen
mikronutrien secara rutin.

Usia ibu saat hamil, tingkat pendidikan, dan umur kehamilan memiliki hubungan terhadap bayi BBLR. Hanya umur kehamilan menjadi faktor risiko bayi BBLR. Ibu yang melahirkan pada usia
kehamilan kurang bulan (<37 minggu) berisiko 66 kali melahirkan bayi BBLR daripada ibu yang melahirkan cukup bulan pada primigravida. Tingkat pendapatan, frekuensi ANC, kualitas ANC, dan tabu makanan tidak memiliki hubungan dan bukan menjadi faktor risiko terhadap kejadian bayi
BBLR Sholiha dan Sri, 2015).


DAFTAR PUSTAKA
Kosim. 2012. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
Manuaba. 2012. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
Mayor, S., 2016. Low Birth Weight is Associated with Increase Deaths in Infancy and Adolescence, Shows Study. BritishMedical Journal. London Vol. 353.
Maznah, D., Nazar, A., Oche, M.O., dan Norlaili, A.A. 2016. Risk Factors for Low Birth Weight in Nigeria: Evidence from The 2013 Nigeria Demographic and Health. Global Health Action. Abingdon Vol. 9
Rahmi., Arsyad., & Rismayanti. 2014. FaktorFaktor yang Berhubungan dengan Kejadian Bayi Berat Badan Lahir Rendah Di RSIA Pertiwi Makassar. Jurnal Epidemiologi FKM Universitas Hasanudin. Diakses dari repository. unhas.ac.id/.../RAHMI DKK.%20K11110290.
pdf

Sholiha, H dan Sri, S. 2015. Analisis Risiko Kejadian Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) pada Primigravida. Media Gizi Indonesia 10(1); 57-63

No comments:

Post a Comment