Wednesday 28 March 2018

1000 HPK (Hari Pertama Kehidupan)


1000 HPK adalah masa awal kehidupan yang dimulai saat di dalam kandungan sampai 2 tahun pertama setelah kelahiran. Masa ini merupakan periode emas “Golden Period seorang anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal (Achadi, 2014). Malnutrisi sejak usia kehamilan sangat memengaruhi perkembangan fsik dan kognitif anak kedepan. Gangguan fsik dan kognitif yang diderita anak sejak awal kehidupannya bersifat permanen dan akan memengaruhi generasi mendatang. Artinya masalah status gizi anak di usia dua tahun berkaitan dengan ketika mereka dewasa kelak, termasuk tinggi badan, Body Mass Index (BMI), jika akan bersekolah, bekerja dan keturunan dimasa depan. Anak-anak yang kekurangan gizi di dua tahun, yang kemudian menambah berat badan dengan cepat pasca-bayi, kemungkinan menderita penyakit kronis saat dewasa. Ibu bertubuh pendek dan anemia defsiensi besi, 20% meningkatkan risiko kematian ibu saat melahirkan (Victora et al, 2008).
Bailey (2015) mengungkapkan bahwa wanita hamil dan anak-anak usia di bawah 5 tahun berada pada risiko tertinggi micronutrient defciencies (MNDs). Besi, yodium, folat, vitamin A, dan kekurangan zinc adalah MNDs paling luas dan menjadi kontributor umum terhadap masalah pertumbuhan, penurunan intelektual, komplikasi perinatal dan meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas. Kramer, MS (2003) mengungkapkan bahwa wanita hamil rentan terhadap kekurangan gizi karena tuntutan kehamilan akan peningkatan kebutuhan nutrisi. Wanita yang tinggal di negera berkembang sangat berisiko mengalami kekurangan gizi selama kehamilan karena kendala sosial ekonomi, kualitas pola makan yang buruk, intensitas kerja yang tinggi dan siklus reproduksi. Penelitian lain di lakukan oleh Sukchan et al. (2010) mengemukakan bahwa prevalensi ketidakcukupan zat gizi berdasarkan Recommended Dietary Allowance (RDA) adalah masing-masing karbohidrat 86,8%, protein 59,2%, lemak 78,0%, kalori 83,5%, kalsium 55,0%, fosfor 29,5%, besi 45,2%, thiamin 85,0%, riboflavin 19,2%, retinol 3,8%, niacin 43,2%, vitamin C 0,8% dan yodium 0,8%. Faktor usia ibu, tingkat pendidikan, usia kehamilan, indeks massa tubuh sebelum hamil dan tingkat kekerasan di daerah Selatan Thailand secara signifkan terkait dengan kekurangan zat gizi tersebut di atas (Naim dkk, 2017).
Adapun masalah gizi yang terjadi sejak bayi baru lahir juga disebabkan oleh kegagalan pemberian ASI secara eksklusif. Dona (2013) mengemukakan faktor-faktor penyebab ketidakberhasilan pemberian ASI secara eksklusif, yaitu Ibu yang bekerja, pengetahuan ibu yang kurang dan suami yang tidak mendukung. Saleh (2011) mengungkapkan bahwa pengetahuan ibu tentang ASI hanya sebatas mendengar saja sehingga tidak memiliki keterampilan yang baik dalam mempraktikkannya. Hal tersebut menyebabkan timbul rasa kurang percaya diri ibu sehingga mendorong ibu memberikan susu formula kepada bayi. Hidayat (2006) dalam penelitiannya menemukan bahwa ada 67,9% responden di Jawa Barat telah diberikan cairan pralaktal berupa cairan: madu, air gula atau air kelapa kepada bayinya dan 18,4% telah memberikan susu formula dengan alasan karena ASI belum keluar.
Faktor lain yang menjadi penyebab masalah nutrisi pada 1000 HPK adalah praktik pemberian MP-ASI yang tidak tepat. Keyakinan bahwa makanan pendamping akan membantu meningkatkan berat badan bayi dan pola tidurnya serta pengaruh teman sebaya diketahui memengaruhi keputusan ibu memberikan makan lebih awal (Walsh, 2015). Penelitian yang dilakukan oleh Patel et al (2011) diketahui bahwa prevalensi pengenalan MPASI tepat waktu berdasarkan rekomendasi WHO yaitu 55%, tingkat keberagaman makanan hanya 15,2%, frekuensi makan 41,5% dan diet minimum diterima 9,2%. Adapun faktor-faktor yang memengaruhi yaitu letak geografs, keadaan ekonomi keluarga, pendidikan ibu yang rendah, BMI ibu < 18,5 kg/m2), kurangnya kunjungan ANC, kurangnya kunjungan pasca natal dan kurang terpaparnya terhadap media.

Pendidikan adalah elemen kunci dalam keberhasilan kesehatan layanan perawatan, termasuk edukasi optimalisasi nutrisi pada ibu hamil dan pendekatan terbaik adalah edukasi yang melibatkan keluarga sebagai orang terdekat bagi klien. Edukasi berbasis keluarga merupakan salah satu upaya pemberdayaan untuk memperkuat peran keluarga sebagai lingkungan yang paling berpengaruh terhadap status kesehatan anggota keluarga, khususnya pada ibu hamil (Naim dkk, 2017).
DAFTAR PUSTAKA
Naim, Rosani., Neti, J., dan Ahmad, Y. 2017. Pengaruh Edukasi Berbasis Keluarga Terhadap Intensi Ibu Hamil untuk Optimalisasi Nutrisi pada 1000 Hari Pertama Kehidupan. JKP 5 (2); 184-196
Achadi, L.E. 2014. Periode Kritis 1000 Hari Pertama Kehidupan Dan Dampak Jangka Panjang Terhadap Kesehatan dan Funginya. Departemen Gizi Kesmas, FKM Universitas Indonesia, Disampaikan Pada “Kursus Penyegar Ilmu Gizi” oleh PERSAGI.
Victoria, C. G., Adair, L., Fall, C., Hallal, P. C., Martorell, R., Richter, L., et al. 2008. Maternal and child undernutrition: consequences for adult health and human capital. [Article]. Lancet, 371(9609), 340–357
Saleh, L Amal. 2011. Studi kualitatif: Faktor-Faktor Yang Menghambat Praktik ASI eksklusif.
Dona, S. 2013. Pengaruh Pekerjaan Ibu, Pengetahuan Ibu dan Dukungan Suami Terhadap Ketidakbehasilan Pemberian ASI eksklusif Di Kotamadya Bandung.
Walsh, A., Kearney, L., & Dennis, N. 2015. Factors influencing frst-time mothers’ introduction of complementary foods: a qualitative exploration. [journal article]. BMC Public Health, 15(1), 1–11 
Patel et al. 2011. Determinants of Inappropriate Complementary Feeding Practices in Young Children in India: Secondary Analysis of National Family Health Survey 2005-2006. Maternal & Child Nutrition, pp.28-44.

MATERI RASIONALISASI


Materi Rasionalisasi

Mobilisasi Dini
Mobilisasi dini merupakan pengembalian secara berangsur-angsur ke tahap mobilisasi sebelumnya untuk mencegah komplikasi dan sebagai usaha untuk mengurangi nyeri dan
memperlancar sirkulasi darah. Dengan sirkulasi yang baik akan mempengaruhi luka karena luka membutuhkan keadaan peredaran darah yang baik untuk pertumbuhan atau perbaikan sel. Apabila sistem vaskularisasi ini terganggu maka zat-zat yang dibutuhkan untuk membantu perbaikan sel terhambat, sehingga penyembuhan luka akan lama, tetapi jika sistem vaskularisasi di dalam tubuh baik maka proses penyembuhan luka akan cepat dan lebih sempurna.

(Sumarah., Endah, M., Hari, K., dan Wiworo, H. 2013. Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Penyembuhan Luka Post Sectio Caesarea. Jurnal Involusi Kebidanan 3(5); 58-69)

Tahap-tahap mobilisasi dini pada ibu post sectio caesarea:
1.      6 jam pertama ibu post SC
Istirahat tirah baring, mobilisasi dini yang bisa dilakukan adalah menggerakkan lengan, tangan, menggerakkan ujung jari kaki dan memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot betis serta menekuk dan menggeser kaki.
2.      6-10 jam
Ibu diharuskan untuk dapat miring ke kiri dan ke kanan mencegah trombosis dan trombo emboli
3.      Setelah 24 jam ibu dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk duduk
4.      Setelah ibu dapat duduk, dianjurkan ibu belakar berjalan
5.      Hari ke 1
-          Berbaring miring ke kanan dan ke kiri yang dapat dulai sejak 6-10 jam setelah penderita/ibu sadar
-          Latihan pernafasan dapat dilakukan ibu sambil tidur terletak sedini mungkin setelah sadar
6.      Hari ke 2
-          Ibu dapat duduk 5 menit dan minta untuk bernafas dalam dalam lau menghembuskannya disertai batuk-batuk kecil yang gunanya untuk melonggarkan pernafasan dan sekaligus menumbuhkan kepercayaan pada diri ibu/ penderita bahwa ia mulai pulih
-          Kemudian posisi tidur terlentang dirubah menjadi setengah duduk
-          Selanjutnya secara berturut-turut, hari demi hari penderita/ibu yang sudah melahirkan dianjurkan belajar duduk selama sehari
7.      Hari ke 3 sampai 5
-          Belajar berjalan kemudian berjalan sendiri pada hari setelah operasi
-          Mobilisasi secara teratur dan bertahap serta diikuti dengan istirahat dapat membantu penyembuhan ibu
(Sari, K.I.P. 2015. Efektivitas Mobilisasi Dini Terhadap Penyembuhan Luka Post Sectio Caesarea. Jurnal Keperawatan dan Kebidanan 7(2); 74-80)

Pada ibu post SC mobilisasi dini sangat penting untuk mencegah trombosis vena (tromboembolisme) dan mempercepat pemulihan kekuatan ibu (Bobak dan Perry, 2010)
(Bobak., Lowdermilk., Jensen., dan Perry. 2010. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 10. Jakarta : EGC)

Mobilisasi setelah melahirkan meliputi senam nifas yang dilakukan secara bertahap. Senam nifas pada ibu post SC agak berbeda dengan senam nifas pada ibu yang bersalin secara normal per vagina. Setelah persalinan SC, ibu dianjurkan untuk batuk, bernafas dalam, latihan menggerakkan kaki setiap 2 jam dan melakukan pergeraan sampai kondisi ibu stabil untuk dapat berjalan setelah 24 jam. Adapun tahapan mobilisasi atau senam nifas pada ibu post SC adalah : (1) bernafas dalam dan latihan kaki 2 jam setelah operasi; (2) lakukan pergerakan miring kanan dan kiri setelah 6 jam dan (3) latihan duduk setelah 12 jam dan belajar berdiri dan berjalan setelah 24 jam (Hartati dan Maryunani, 2015)
(Hartati, S dan Maryunani. 2015. Asuhan Keperawatan Ibu Post Partum Seksio Sesarea. Jakarta : Trans Info Media)

Pemberian ASI
Pada kelahiran normal per vagina, dua jam pertama setelah melahirkan adalah waktu yang sangat baik untuk mendorong ibu agar menyusui bayinya. Bayi berada dalam keadaan sadar dan siap disusui. Hal ini membantu kontraksi uterus dan mencegah pendarahan maternal. Pada ibu post SC, pemberian ASI diberikan setelah ibu dapat melakukan mobilisasi dini. Ibu dapat memberikan ASI sesuai kebutuhan bayi (on demand). Apabila payudara ibu
terdapat masalah seperti bengkak, maka perawatan payudara dapat dilakukan untuk mengurangi ketidaknyamanan dan memperlancar pengeluaran ASI dan apabila payudara lecet, maka puting susu dioleskan dengan kolostrum atau ASI yang keluar pada sekitar puting susu, setiap selesai menyusui. Menyusui tetap dilakukan pada payudara yang tidak lecet (Hartati dan Maryunani, 2015)

(Hartati, S dan Maryunani. 2015. Asuhan Keperawatan Ibu Post Partum Seksio Sesarea. Jakarta : Trans Info Media)

Nutrisi
Pada pasien postcaesarea ada beberapa perubahan sistem tubuh salah satunya adalah sistem pencernaan. Dalam perubahan sistem pencernaan diperlukan waktu 3 samapi 4 hari pemulihan nafsu makan sebelum faal usus kembali normal. Meskipun kadar estrogen dan progresteron menurun setelah melahirkan, asupan makanan juga mengalami penurunan 1 sampai 2 hari. Nutrisi merupakan salah satu kebutuhan dasar nifas yang harus dipenuhi. Pada ibu dengan post caesarea di butuhkan lebih banyak nutrisi dari pada ibu yang sehat. Rata – rata ibu pasca melahirkan harus mengkonsumsi 2300 – 2700 kalori. Nutrisi sendiri digunakan untuk melakukan aktivitas, metabolisme, cadangan dalam tubuh, mempercepat penyembuhan luka dan proses produksi ASI. Kebutuhan energi dan protein pada ibu post partum lebih besar bila dibandingkan dengan ibu hamil. Sedangkan vitamin dan mineral kebutuhannya bisa lebih besar atau sama dengan kebutahan ibu hamil, hanya saja untuk besi dan folat kebutuhannya sudah mulai mengalami penurunan dibandingkan ketika masa kehamilan (Proverawati dan Kusuma, 2011)
Kebutuhan akan masa air bagi ibu menyusui juga lebih besar karena untuk menghindari terjadinya dehidrasi. Ibu post partum sebaiknya menghindari konsumsi alkohol, minuman keras, rokok, dan kafein yang berlebihan karena dapat mempengaruhi kadar ASI yang dihasilkan dan mempengaruhi perkembangan si bayi. Ibu post partum juga sebaiknya tidak mengkonsumsi makanan yang beraroma tajam ataupun pedas karena sebagian bayi alergi terhadap makanan tertentu yang dikonsumsi ibunya. Sebaiknya ibu post partum mengkonsumsi makanan yang mengandung asam lemak omega 3 yang akan diubah jadi DHA (sumber bahan makanan yang diperoleh dari ikan laut seperti kakap, tongkol, lemuru), kalsium sumber makanan yang diperoleh dari keju, susu, teri, kacang-kacangan dan sebagainya, Besi sumber makanan yang diperoleh dari daging, hati, golongan seefod, bayam, zink : makanan dari laut, vitamin C: buah-buahan berasa kecut dan asam (jeruk, sirsak, apel, tomat), vitamin B1 dan B2: padi, kacang-kacangan, hati, telur, ikan dan sebagainya. Selain itu dapat mengkonsumsi sayuran yang dapat memperbanyak produksi ASI seperti daun turi (katuk) dan kacang-kacangan (Siwi dan Purwoastuti, 2015).
(Siwi, Walyani dan Purwoastuti, E. 2015. Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Yogyakarta: Pustaka Baru Press
Proverawati, A dan Kusuma, W. 2011. Ilmu Gizi untuk Keperawatan dan Gizi Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika)

Kebutuhan paling utama yang harus dipenuhi oleh ibu post partum dengan luka sectio
cesarea adalah nutrisi yang baik untuk sistem imun dan penyembuhan luka. Hal ini dikarenakan ada beberapa zat gizi yang sangat diperlukan untuk mendukung sistem imun tubuh dan berperan penting dalam proses penyembuhan luka. Pemenuhan kebutuhan akan gizi pada pasien post operasi dan trauma dimulai dari pemenuhan farmakologisnya hingga dietnya. Pasien yang mengalami persalinan dengan caraoperasi sesarea perlu diperhatikan
tentang nutrisi diet tinggi kalori tinggi proteinnya untuk menunjang proses penyembuhan. Nutrisi yang baik sangat penting untuk mencapai keberhasilan penyembuhan luka.Namun, nutrisi di sini harus mematuhi rekomendasi diet seimbang dan bergizi tinggi. Bahan makanan yang terdiri dari empat golongan utama, yaitu protein, lemak, karbohidrat, dan mikronutrien (vitamin dan mineral) penting untuk proses biokimia normal. Asupan nutrisi berupa protein dan vitamin A dan C, tembaga, zinkum, dan zat besi yang adekuat.Protein mensuplai asam amino yang dibutuhkan untuk perbaikan jaringan dan regenerasi. Vitamin A dan zinkum
dibutuhkan untuk epitelialisasi, dan vitamin C serta zinkum diperlukan untuk sistesis kolagen dan integrasi kapiler. Zat besi digunakan untuk sintesis hemoglobin yang bersama oksigen diperlukan untuk menghantarkan oksigen keseluruh tubuh. Nutrisi sendiri juga dapat membantu tubuh dalam meningkatkan mekanisme pertahanan tubuh (sistem imun), dan pada akhirnya akan membantu proses penyembuhan luka. Zat – zat yang mengandung berbagai gizi yang sangat dibutuhkan oleh tubuh ini biasanya terkandung pada ikan, telur, daging dan
sebagainya (Anggraeni, 2012).

(Anggraeni, Adisty Cynthia. 2012. Asuhan Gizi; Nutritional Care Process. Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu)

Diet yang diberikan pada pasien post sectio caesarea adalah diit Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP). Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi
lain yaitu membangun serta memelihara tubuh. Setiap sel di dalam tubuh mengandung
protein, baik sebagai suatu bagian membran sel itu sendiri maupun dalam sitoplasma sel.
Protein merupakan zat penting untuk sintesis dan pembelahan sel yang sangat vital untuk
penyembuhan luka (Wirjatmadi dan Elok, 2013).

(Wirjatmadi, B dan Elok, W. 2013. Hubungan Tingkat Konsumsi Gizi dengan Proses Penyembuhan Luka Pasca Operasi Sectio Caesarea. Media gizi Indonesia 9(1):1-5)

Personal Hygiene
Penyembuhan luka SC secara fisiologis berkisar antara 10 hari-14 hari Penyembuhan luka SC
juga angat dipengaruhi oleh asupan gizi, umur, berat badan dan personal higiene. Hygiene personal atau kebersihan diri adalah upaya seseorang dalam memelihara kebersihan dan kesehatan dirinya untuk memperoleh kesejahteraan fisik dan psikologis. Kurangnya personal
hygiene mengakibatkan seseorang rentan terhadap penyakit karena kuman-kuman
menumpuk dibadan merupakan sumber penyakit (Nirwana dkk, 2014).
(Nirwana, P., Isnaniah., dan Ahmad, R. 2014. Proses Penyembuhan Luka Post Operasi Sectio Caesarea di RSUD Ratu Zalecha Martapura. Jurnal Skala Kesehatan 5(1) )

Kebutuhan perawatan diri pada ibu nifas selain pemenuhan istirahat dan tidur juga pemenuhan kebersihan diri (personal hygiene). Kebersihan diri setelah melahirkan secara SC terutama meliputi kebersihan dalam perawatan SC dan kebersihan dalam perawatan perineum. Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden (62%) mengetahui kebersihan diri dalam perawatan luka SC yaitu sebelum dan sesudah merawat luka SC di rumah, ibu harus membilas tangan yang sudah disabuni dibawah air mengalir kemudian
keringkan. Perawatan luka SC bertujuan untuk mencegah timbulnya infeksi, menjaga luka dari trauma, meningkatkan proses penyembuhan luka dan mencegah masuknya bakteri. Perawatan luka SC di rumah dapat dilakukan oleh ibu dengan cara mencuci tangan dengan benar, mengkaji kondisi luka, membersihkan luka dengan cairan Na CL 0,9% (jika perlu) dan menjaga kondisi luka agar tetap kering setiap hari (Hartati dan Maryunani, 2015)

(Hartati, S dan Maryunani. 2015. Asuhan Keperawatan Ibu Post Partum Seksio Sesarea. Jakarta : Trans Info Media)

Perawatan perineum setelah melahirkan membantu untuk mengurangi terjadinya infeksi. Sebanyak 28 % responden mengetahui untuk selalu mengganti pembalut yang sudah penuh
darah dan bersihkan daerah antara anus dengan kemaluan (vagina) minimal dua kali sehari. Setelah ibu dengan SC mampu mandi sendiri ibu dapat melakukan perawatan perineum sendiri idealnya minimal dua kali sehari. Perawatan perineum pada ibu post SC berkaitan
dengan keluarnya darah atau lochea yang mengandung darah, jaringan desidua dan
hasil pembuahan yang masih tertahan. Jumlah dan warna lochea akan berkurang secara progresif sampai hari ke-14 dimana pada saat itu, dari vagina hanya keluar sedikit sekret yang berwarna putih atau hampir tidak berwarna. Perawatan perineum yang benar perlu dilakukan
untuk mencegah infeksi karena darah merupakan media yang ideal bagi pertumbuhan mikroorganisme penyebab infeksi sendiri (Sambas, 2016)
(Sambas, Etty Komariah. 2016. Pengetahuan Ibu Postpartum dengan Seksio Sesarea Mengenai Perawatan Ibu Nifas di Ruang I RSUD Dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada 16(1); 38-41)


Tanda Bahaya Ibu Nifas
Ibu nifas yang mengetahui adaptasi fisik dan psikis serta tanda dan gejala tidak normal yang terjadi pada masa nifas akan dapat merawat dirinya dengan lebih baik dan dapat mendeteksi keabnormalan yang terjadi dalam sistem tubuhnya sehingga dapat segera memeriksakan dirinya ke tempat pelayanan kesehatan dan mencegah komplikasi post partum (Collin et al, 2015).
(Collins F.Z., Gibson & Albert,N.D. 2015. The role of the parents’ perception of the postpartum period and knowledge of maternal mortality in uptake of postnatal care: a qualitative exploration in Malawi. International Journal Womens Health. 7: 587–594)

Istirahat Cukup
Gangguan istirahat dan tidur dapat terjadi pada masa nifas terutama pada minggu pertama setelah melahirkan. Hal tersebut berkaitan dengan kelelahan paska persalinan, ketidaknyamanan pada perineum, kandung kemih, tuntutan dari bayi atau pengaruh lingkungan. Pola tidur kembali normal dalam 2 – 3 minggu setelah bersalin. Apabila istirahat dan tidur tidak terpenuhi secara adekuat maka dapat berpengaruh terhadap produksi air susu
ibu, involusi uterus, dan dapat menyebabkan depresi serta ketidakmampuan untuk merawat bayi dan dirinya sendiri (Sambas, 2016)

(Sambas, Etty Komariah. 2016. Pengetahuan Ibu Postpartum dengan Seksio Sesarea Mengenai Perawatan Ibu Nifas di Ruang I RSUD Dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada 16(1); 38-41)

Kebutuhan Nutrisi dan Eliminasi
Pada persalinan normal, ibu harus dapat berkemih secara spontan dalam 6 dampai 8 jam. Masalah dalam berkemih setelah melahirkan dapat terjadi karena menurunnya tonus kandung kemih, adanya edema akibat trauma, atau rasa takut akan timbulnya nyeri. Ibu dengan post SC dapat berkemih secara spontan setelah 24 jam atau setelah ibu dapat mobilisasi dan kateter urin nya dicabut. Urin yang keluar perlu diukur untuk melihat keadekuatan fungsi ginjal. Diharapkan setiap kali berkemih urin yang keluar adalah 150 ml. konstipasi sebagai efek samping dari anestesi yang diberikan semasa persalinan SC. Buang air besar
secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari setelah ibu melahirkan.
Keadaan ini disebabkan karena tonus otot usus menurun selama proses persalinan
dan pada awal masa post partum, diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan serta dehidrasi. Pemberian makanan yang berserat kasar dan cukup minum serta latihan atau senam nifas yang dilakukan dapat mengurangi risiko konstipasi.
Pelunak tinja dan obat laksatif sering diberikan pada awal periode postpartumberkaitan dengan efek pembiusan untuk mempermudah buang air besar (Bobak dan Perry, 2010)

(Bobak., Lowdermilk., Jensen., dan Perry. 2010. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 10. Jakarta : EGC)

Nutrisi yang mencukupi dan berkualitas setelah melahirkan sangat diperlukan selain untuk menunjang produksi air susu juga untuk mempercepat penyembuhan luka operasi. Pada masa post partum ibu memerlukan 450 hingga 550 kalori eksta setiap harinya. Bahan nutrisi yang diperlukan untuk peningkatan produksi air susu seperti makanan atau minuman tinggi kalsium, sayuran berdaun gelap seperti bayam, biji-bijian, makanan dari kedelai,roti whole grain, dan makanan kaya (Sambas, 2016)
(Sambas, Etty Komariah. 2016. Pengetahuan Ibu Postpartum dengan Seksio Sesarea Mengenai Perawatan Ibu Nifas di Ruang I RSUD Dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada 16(1); 38-41)

Lavender
Ketika menghirup aromaterapi  lavender yang diteteskan pada tissue responden merasakan lebih nyaman, tenang, dan nyeri yang dirasa terlupakan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang menyatakan bahwa dalam lavender terkandung senyawa linalyl asetat dan linanolol (C10H18O) yang berperan dalam relaksasi (Dwijayanti dkk, 2014).
(Dwijayanti, Wening., Sri, Sumarni., dan Ida, Ariyanti. 2014. Efek Aromaterapi Lavender Inhalasi Terhadap Intensitas Nyeri Pasca Sectio Scaesaria. Medica Hospitalia 2 (2); 120-125)

Pemberian aromaterapi lavender, dengan cara menyiapkan tungku pemanas, kemudian tuang 3 tetes minyak lavender dicampur air 1 cc ke mangkuk yang berada di bagian atas tungku. Nyalakan lilin, biarkan selama 15-30 menit. Nyeri Post Sectio Caesarea, yaitu parameter yang digunakan untuk menilai pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan yang didapatkan pada ibu post operasi SC. Cara ukur menggunakan Skala Nyeri Numeric Rating Scale (Haniyah dan Martyarini, 2017).
(Haniyah, Siti dan Martyarini, Budi Setyawati. 2017. Efektifitas Teknik Aromaterapi Lavender Terhadap Nyeri Post Sectio Caesarea di RSUD Ajibarang. Viva Medika 10 (18); 1-8)


Rencana Asuhan
Rencana asuhan kebidanan yang dilakukan oleh peneliti pada ibu nifas Post SC didasarkan pada masalah-masalah yang timbul dari hasil pengkajian data dasar. Adapun rencana asuhan yang dilakukan yaitu dengan membantu ibu untuk melakukan mobilisasi, memberikan ibu
konseling mengenai breast care payudara, manfaat ASI, pengertian ASI eksklusif dan teknik menyusui yang benar, memberitahu ibu tanda bahaya pada masa nifas, tanda bahaya pada bayi baru lahir, perawatan bayi sehari-hari, konseling mengenai KB, jadwal imunisasi bayi
dan juga jadwal kontrol ibu.

Saran yang dapat diberikan yaitu diharapkan bagi semua ibu nifas post section caesaria tidak perlu takut untuk sedini mungkin untuk memulai mobilisasi dini sehingga dapat dengan segera melakukan aktivitas untuk merawat anaknya dan ibu juga diharapkan mampu merawat luka agar tetap bersih dan kering sehingga tidak terjadi infeksi