Saturday 24 March 2018

DEPRESI POSTPARTUM (IBU NIFAS)


A.    Kasus Mengenai Perubahan Psikologi Perempuan Masa Nifas
Pengalaman menjadi orang tua khususnya seorang ibu kadang kala tidak selalu menjadi hal yang menyenangkan bagi setiap wanita atau pasangan suami istri. Tanggung jawab yang diemban sebagai seorang ibu setelah melahirkan bayi kadang kala menjadi konflik dalam diri seorang wanita yang merupakan faktor pemicu timbulnya gangguan emosi, intelektual dan tingkah laku pada seorang wanita. Sebagian wanita ada yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan perubahan ini sehingga mengalami gangguan psikologis (Dewi dan Sunarsih, 2013).
Depresi postpartum sering terjadi pada masa adaptasi psikologis ibu masa nifas, walaupun insidensinya sulit untuk diketahui secara pasti namun diyakini 10-15% ibu melahirkan mengalami gangguan ini. Faktor pada saat persalinan meliputi lamanya persalinan, jenis persalinan, serta intervensi medis yang digunakan mempengaruhi depresi postpartum, anak yang memiliki ibu depresi postpartum akan memiliki gangguan perilaku, rendah fungsi berfikir, mempengaruhi kognitif dan pertumbuhan anak (Ririn dkk, 2016).
Kejadian risiko depresi postpartum pada ibu nifas di RSUD sleman adalah 36,3%, Jenis persalinan berpengaruh secara signifikan terhadap risiko depresi postpartum dengan nilai (OR=3,716, 95%CI 1,620-8,522), Pekerjaan berpengaruh secara signifikan terhadap risiko depresi postpartum dengan nilai (OR=2,411, 95%CI 1,084-5,366), umur, paritas, pendidikan, status ekonomi, dukungan keluarga dan status pernikahan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap risiko depresi postpartum (Ririn dkk, 2016).

B.    Tujuan
Untuk mengetahui tentang perubahan psikologi perempuan pada masa nifas.


PEMBAHASAN
A.    Perubahan Psikologi Perempuan Masa Nifas
Post Partum merupakan periode waktu atau masa dimana organ-organ
reproduksi kembali kepada keadaan tidak hamil membutuhkan waktu sekitar
6 minggu.
Post Partum dibagi menjadi 3 periode yaitu : Puerpureum dini, intermedial Puerpureum dan remote puerpureum. Pada ibu Post Partum
mengalami perubahan-perubahan baik secara fisiologis maupun psikologis (Elizabeth dan Endang, 2015).
Perubahan psikologis yang terjadi pada ibu masa nifas terjadi karena beberapa hal yaitu pengalaman selama melahirkan, tanggung jawab peran sebagai ibu, adanya anggota keluarga baru (bayi) serta peran baru sebagai seorang ibu (Maryunani, 2009).
Depresi postpartum sering terjadi pada masa adaptasi psikologis ibu masa nifas, walaupun insidensinya sulit untuk diketahui secara pasti namun diyakini 10-15% ibu melahirkan mengalami gangguan ini. Faktor resiko terjadinya depresi postpartum antara lain kurangnya dukungan suami dan keluarga, komplikasi kehamilan, persalinan dan kondisi bayi, faktor lingkungan, budaya, riwayat gangguan jiwa sebelumnya serta gangguan keseimbangan hormonal (Saleha, 2009). 
Periode Post Partum menurut Rubin, dibagi menjadi tiga fase penyesuaian ibu terhadap perannya sebagai orang tua, yang mana fase-fase penyesuaian tersebut Taking In Phase, Taking Hold Phase dan Letting Go Phase. Taking in Phase dimana perilaku ibu cenderung mengharapkan keinginannya terpenuhi oleh orang lain, perhatian ibu terpusat pada diri sendiri, pemenuhan kebutuhan diutamakan untuk istirahat dan makan,
mengenang pengalaman melahirkan, berperilaku pasif dan bergantung pada orang lain. Diantara ketiga fase tersebut salah satu fase yang timbul dominan terjadi gangguan Post Partum Blues pada Taking In Phase yaitu hari pertama sampai hari kedua Post Partum karena pada fase ini akumulasi harapan yang tidak terpenuhi saat ibu dituntut untuk memenuhi kebutuhan bayinya, perhatian ibu lebih tertuju pada diri sendiri, tergantung pada perhatian dan bantuan orang lain. Hal yang utama hanya memperhatikan terhadap kesehatan dan kesejahteraan dirinya bukan pada bayinya. Perilaku ibu mungkin bergantung dan pasif dan ibu siap menerima bantuan dari orang lain, dalam memenuhi kebutuha fisiologis dan psikologisnya. Pada fase ini cenderung menimbulkan depresi ringan, namun bila depresi ini berkelanjutan,maka akan menimbulkan gangguan jiwa yang mengarah pada patologis (Anggraini, 2010).
Depresi postpartum merupakan istilah yang digunakan pada pasien yang mengalami berbagai gangguan emosional yang timbul setelah melahirkan, khususnya pada gangguan depresi spesifik yang terjadi pada 10%-15% wanita pada tahun pertama setelah melahirkan. Pasien mengalami gejala efffektive selama periode postpartum, 4 sampai 6 minggu melahirkan. Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, edisi keempat (DSM-IV), sebuah depresi dipertimbangkan sebagai postpartum jika dimulai selama empat minggu setelah kelahiran. Pola gejala pada wanita dengan depresi postpartm sama pada wanita yang mengalami masa depresi selama tidak hamil. Susah berinteraksi dengan perawat dalam keadaan stress dan bayi meningkatkan risiko pendekatan yang tidak aman dan terjadinya masalah kognitiv dan sifat pada anak (Sisilia, 2017).
Gejala depresi postpartum terbagi dalam beberapa gejala, antara lain: Mudah panik, kurang mampu merawat diri sendiri, enggan melakukan aktifitas yang menyenangkan, motivasi menurun, enggan bersosialisasi. tidak peduli terhadap keadaan bayi atau menjadi terlalu peduli terhadap perkembangan bayi, sulit mengendalikan perasaan, sulit mengambil keputusan. Sedangkan gejala emosional : mudah tersinggung, perasaan sedih, hilang harapan, merasa tidak berdaya, mood yang berubah-ubah (moodswings), perasaan tidak layak sebagai ibu, hilang minat, pemikiran bunuh diri, ingin menyakiti orang lain termasuk bayi, diri sendiri, dan suami, perasaan bersalah (Sisilia, 2017).
Berdasarkan penelitian Sacher et al (2014) bahwa monoamine oxidase-A (MAO-A) V T, indeks MAO-A kepadatan, meningkat di korteks cingulate prefrontal dan anterior (PFC dan ACC), selama PPD atau ketika gejala spektrum PPD, predisposisi yang lebih besar untuk menangis, hadir. MAO-A adalah enzim yang meningkatkan kepadatan setelah penurunan estrogen, dan memiliki beberapa fungsi termasuk menciptakan stres oksidatif, mempengaruhi apoptosis dan metabolisme monoamine digunakan sebagai penanganan depresi postpartum secara farmakologi.
B.     Upaya Promotif
Depresi setelah melahirkan yang dialami seorang ibu merupakan hal yang bersifat individual, maka penatalaksanaannya meliputi pemberian dukungan dan penyuluhan mengenai perasaan yang dirasakan. Jika terdapat gejala, perlu
dilakukan evaluasi untuk mengidentifikasi adanya penyakit lain Konsep solusi alternatif yang ditawarkan bagian KIA untuk menambahkan penyuluhan mengenai pencegahan dan penanganan depresi setelah melahirkan pada kelas antenatal ibu hamil (Sisilia, 2017).
C.    Upaya Preventif
Melakukan skrining secara rutin pada ibu nifas dirasakan efektif, sederhana dan mudah digunakan untuk mengidentifikasi wanita yang berisiko terhadap depresi postpartum, skrining ini bisa dilakukan pada saat kunjungan nifas di tenaga kesehatan setempat. Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) ialah salah satu metode untuk mendeteksi risiko depresi postpartum pada ibu nifas. Walaupun tidak umum, EPDS dapat dengan mudah digunakan selama 6 minggu pascapersalinan. EPDS dikembangkan pada tahun 1987 untuk membantu menentukan apakah seorang ibu mungkin menderita depresi postpartum (Ririn dkk, 2016).
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Depresi postpartum merupakan istilah yang digunakan pada pasien yang mengalami berbagai gangguan emosional yang timbul setelah melahirkan.
B.     Saran
Konsep solusi alternatif yang ditawarkan bagian KIA untuk menambahkan penyuluhan mengenai pencegahan dan penanganan depresi setelah melahirkan pada kelas antenatal ibu hamil dan melakukan skrining.


DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, Y. 2010. Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta: Pustaka Rihama

Dewi, V.N.L., dan Sunarsih, T. 2013. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Jakarta: Salemba Medika

Elizabeh, S.W., dan Endang, P. 2015. Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan Menyusui. Yogyakarta: Pustaka Baru Press

Maryunani, A. 2009. Asuhan Pada Ibu dalam Masa Nifas (Pospartum). Jakarta: Trans Info Media

Ririn, Ariyanti., Detti, S.N., dan Dhesi, A.A. 2016. Pengaruh Jenis Persalinan Terhadap Risiko Depresi Postpartum. Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu 7(2)

Sacher, Julia., Rekkas, P.V., Alan, A.W., Sylvain, H., Leslie, R., Jinous, H., Pablo, R., Ian, F., Donna, E.S., dan Jeffrey, H.M. 2014. Relation of Monoamine Oxidase-A Distribution Volume to Postpartum Depresson and Postpartum Crying. Neuropsychopharmacology 40; 429-435

Saleha, S. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika

Sisilia, I.W. 2017. Tingkat Depresi pada Ibu Postpartum di Puskesmas Morokrembangan Surabaya. Dunia Keperawatan 5(1); 43-49

No comments:

Post a Comment