Thursday 1 March 2018

KANKER PAYUDARA

Kaitan Kanker Payudara dan Paparan estrogen

Kejadian kanker payudara terus mengalami peningkatan dan merupakan masalah kesehatan yang cukup serius di dunia, termasuk juga di Indonesia. Kanker payudara saat ini merupakan jenis kanker yang paling mendominasi di Indonesia. Paparan estrogen yang tinggi merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan risiko kanker payudara pada perempuan (Dewi dan Lucia, 2015).
Sel kanker dapat timbul apabila telah terjadi mutasi genetik sebagai akibat dari adanya kerusakan DNA pada sel normal. Kanker merupakan pertumbuhan sel yang tidak normal, menduplikasikan diri di luar kendali, dan biasanya nama kanker didasarkan pada bagian tubuh yang menjadi tempat pertama kali sel kanker tersebut tumbuh. Kanker payudara adalah keganasan pada payudara yang berasal dari sel kelenjar, saluran kelenjar, serta jaringan penunjang payudara, namun tidak termasuk kulit payudara (Dewi dan Lucia, 2015).
Stadium dalam kanker merupakan deskripsi mengenai kondisi kanker agar dapat ditentukan cara pengobatan yang tepat. Pada kanker payudara, dikenal stadium dini yang dimulai sebelum terjadinya kanker hingga stadium II, serta stadium lanjut yang terdiri dari stadium III dan stadium IV (Suryaningsih dan Sukaca, 2009). Stadium kanker payudara ketika pertama kali ditemukan digunakan untuk memperkirakan penanganan secara tepat sehingga merupakan penentu keberhasilan dari pengobatan kanker payudara tersebut.

Deteksi dini kanker payudara dapat dilakukan dengan berbagai pemeriksaan, misalnya dengan menggunakan prosedur pemeriksaan berupa thermografi payudara, mamografi, biopsi payudara, duktografi, dan ultrasonography (USG) payudara (Suryaningsih dan Sukaca, 2009). Thermografi payudara merupakan prosedur diagnosis yang didasarkan pada level kimia dan aktivitas pembuluh darah pada payudara dalam melakukan deteksi secara dini dari keberadaan sel kanker payudara. Thermografi payudara sangat sensitif dalam menggambarkan perubahan temperatur dan pembuluh darah yang menjadi tanda keberadaan sel abnormal pada payudara, namun apabila terdapat tumor, thermografi payudara tidak mampu menunjukkan lokasi tumor sehingga sebaiknya dilakukan secara bersama dengan mamografi untuk saling melengkapi hasil pemeriksaan. Mamografi merupakan metode pemeriksaan payudara dengan menggunakan sinar x kadar rendah dan umumnya dianjurkan pada perempuan yang telah berusia lebih dari empat puluh tahun (Suryaningsih dan Sukaca, 2009).

Duktografi merupakan bagian dari pemeriksaan mamografi yang dapat membantu memperlihatkan keadaan saluran susu pada payudara. Perempuan yang mengalami kelainan payudara berupa puting yang mengeluarkan cairan tidak normal disarankan untuk melakukan pemeriksaan ini. Biopsi merupakan sebuah prosedur pemeriksaan yang dilakukan dengan mengambil sebagian kecil jaringan payudara untuk mengetahui ada tidaknya sel kanker pada payudara, serta tingkat keganasan dari sel kanker tersebut. Pengambilan sebagian kecil jaringan pada payudara dilakukan dengan menggunakan jarum khusus yang dimasukan ke dalam payudara. (Suryaningsih dan Sukaca, 2009). Ultrasonography (USG) payudara umumnya digunakan untuk melakukan pemeriksaan atas ketidaknormalan pada payudara, misalnya kista payudara, serta bentuk kista tersebut. Pemeriksaan USG payudara sebaiknya dilakukan bersama dengan mamografi untuk mendapatkan diagnosis yang tepat pada kelainan payudara.
Gejala umum kanker payudara menurut Suryaningsih dan Sukaca (2009) adalah adanya benjolan pada payudara yang dapat diraba dan biasanya semakin mengeras, tidak beraturan, serta terkadang menimbulkan nyeri. Gejala lain yang tampak, misalnya perubahan bentuk dan ukuran, kerutan pada kulit payudara sehingga tampak menyerupai kulit jeruk, adanya cairan tidak normal berupa nanah, darah, cairan encer, atau air susu pada ibu tidak hamil atau tidak sedang menyusui yang keluar dari puting susu. Gejala kanker payudara umumnya juga tampak dari adanya pembengkakan di salah satu payudara, tarikan pada puting susu atau puting susu terasa gatal, serta nyeri. Pada kanker payudara stadium lanjut, dapat timbul nyeri tulang, pembengkakan lengan, ulserasi kulit, atau penurunan berat badan (Suryaningsih dan Sukaca, 2009).
Pemakaian kontrasepsi hormonal dapat menyebabkan terjadinya peningkatan paparan hormon estrogen pada tubuh. Adanya peningkatan paparan hormon estrogen tersebutlah yang dapat memicu pertumbuhan sel secara tidak normal pada bagian tertentu, misalnya payudara. Usia menarche yang dini juga dapat menyebabkan seorang perempuan mengalami masa menopause yang lebih dini pula. Hal ini menyebabkan paparan hormon estrogen berkurang pada usia yang relatif masih muda, padahal hormon estrogen juga berfungsi untuk mencegah serangan jantung dan melindungi tulang sehingga hal tersebut dapat mengakibatkan peningkatan risiko seorang perempuan untuk mengalami gangguan jantung dan tulang (Dewi dan Lucia, 2015).

Pada kasus terapi sulih hormon (TSH) ditemukan tingginya kadar estrogen pada jaringan payudara wanita pascamenopause seringkali dianggap berasal dari tingginya uptake dari hormon dalam sirkulasi. Selain itu, uptake juga berasal dari sintesis dan metabolisme lokal steroid pada jaringan payudara. Sejumlah enzim yang berperan dalam metabolisme hormon seks steroid (aromatase, sulfatase, sulfotransferase, 17- hidroksisteroid dehidrogenase) diekspresikan dan fungsional pada jaringan payudara normal maupun yang mengalami neoplasia (Suparman dan Eddy, 2014).


DAFTAR PUSTAKA
Dewi, G.A.T., dan Lucia, Y.H. 2015. Analisis Risiko Kanker Payudara Berdasarkan Riwayat Pemakaian Kontrasepsi Hormonal dan Usia Menarche. Jurnal Berkala Epidemiologi 3(1): 12-23
Suryaningsih, E.K., dan B.E. Sukaca, 2009. Kupas Tuntas Kanker Payudara. Paradigma Indonesia. Yogyakarta: 1-146.

Suparman, E., dan Eddy, S. 2014. Peran Estrogen dan Progesteron Terhadap Kanker Payudara. Jurnal Biomedik 6(3): 141-148

No comments:

Post a Comment