Kaitan
Kanker Payudara dan Paparan estrogen
Kejadian
kanker payudara terus mengalami peningkatan dan merupakan masalah kesehatan
yang cukup serius di dunia, termasuk
juga di Indonesia. Kanker payudara saat ini merupakan jenis kanker yang paling
mendominasi di Indonesia. Paparan
estrogen yang tinggi merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan risiko
kanker payudara pada perempuan
(Dewi dan Lucia, 2015).
Sel
kanker dapat timbul apabila telah terjadi mutasi genetik sebagai akibat dari
adanya kerusakan DNA pada sel normal. Kanker merupakan pertumbuhan sel yang
tidak normal, menduplikasikan diri di luar kendali, dan biasanya nama kanker
didasarkan pada bagian tubuh yang menjadi tempat pertama kali sel kanker
tersebut tumbuh. Kanker payudara adalah keganasan pada payudara yang berasal
dari sel kelenjar, saluran kelenjar, serta jaringan penunjang payudara, namun
tidak termasuk kulit payudara (Dewi
dan Lucia, 2015).
Stadium
dalam kanker merupakan deskripsi mengenai kondisi kanker agar dapat ditentukan cara pengobatan yang tepat. Pada kanker payudara, dikenal stadium dini yang
dimulai sebelum terjadinya kanker hingga stadium II, serta stadium lanjut yang
terdiri dari stadium III dan stadium IV (Suryaningsih dan Sukaca, 2009).
Stadium kanker payudara ketika pertama kali ditemukan digunakan untuk
memperkirakan penanganan secara tepat sehingga merupakan penentu keberhasilan
dari pengobatan kanker payudara tersebut.
Deteksi
dini kanker payudara dapat dilakukan dengan berbagai pemeriksaan, misalnya
dengan menggunakan prosedur pemeriksaan berupa thermografi payudara, mamografi,
biopsi payudara, duktografi, dan ultrasonography (USG) payudara (Suryaningsih
dan Sukaca, 2009). Thermografi payudara merupakan prosedur diagnosis yang didasarkan
pada level kimia dan aktivitas pembuluh darah pada payudara dalam melakukan deteksi
secara dini dari keberadaan sel kanker payudara. Thermografi payudara sangat
sensitif dalam menggambarkan perubahan temperatur dan pembuluh darah yang
menjadi tanda keberadaan sel abnormal pada payudara, namun apabila terdapat
tumor, thermografi payudara tidak mampu menunjukkan lokasi tumor sehingga
sebaiknya dilakukan secara bersama dengan mamografi untuk saling melengkapi
hasil pemeriksaan. Mamografi merupakan metode pemeriksaan payudara dengan menggunakan
sinar x kadar rendah dan umumnya dianjurkan pada perempuan yang telah berusia lebih dari empat puluh tahun
(Suryaningsih dan Sukaca, 2009).
Duktografi
merupakan bagian dari pemeriksaan mamografi yang dapat membantu memperlihatkan keadaan
saluran susu pada payudara. Perempuan yang mengalami kelainan payudara berupa
puting yang mengeluarkan cairan tidak normal disarankan untuk melakukan
pemeriksaan ini. Biopsi merupakan sebuah prosedur pemeriksaan yang dilakukan
dengan mengambil sebagian kecil jaringan payudara untuk mengetahui ada tidaknya
sel kanker pada payudara, serta tingkat keganasan dari sel kanker tersebut. Pengambilan
sebagian kecil jaringan pada payudara dilakukan dengan menggunakan jarum khusus
yang dimasukan ke dalam payudara. (Suryaningsih dan Sukaca, 2009). Ultrasonography
(USG) payudara umumnya digunakan untuk melakukan pemeriksaan atas
ketidaknormalan pada payudara, misalnya kista payudara, serta bentuk kista
tersebut. Pemeriksaan USG payudara sebaiknya dilakukan bersama dengan mamografi
untuk mendapatkan diagnosis yang tepat pada kelainan payudara.
Gejala
umum kanker payudara menurut Suryaningsih dan Sukaca (2009) adalah adanya benjolan
pada payudara yang dapat diraba dan biasanya semakin mengeras, tidak beraturan,
serta terkadang menimbulkan nyeri. Gejala lain yang tampak, misalnya perubahan
bentuk dan ukuran, kerutan pada kulit payudara sehingga tampak menyerupai kulit
jeruk, adanya cairan tidak normal berupa nanah, darah, cairan encer, atau air
susu pada ibu tidak hamil atau tidak sedang menyusui yang keluar dari puting
susu. Gejala kanker payudara umumnya juga tampak dari adanya pembengkakan di
salah satu payudara, tarikan pada puting susu atau puting susu terasa gatal,
serta nyeri. Pada kanker payudara stadium lanjut, dapat timbul nyeri tulang, pembengkakan
lengan, ulserasi kulit, atau penurunan berat badan (Suryaningsih dan Sukaca,
2009).
Pemakaian
kontrasepsi hormonal dapat menyebabkan terjadinya peningkatan paparan hormon estrogen pada tubuh. Adanya peningkatan paparan hormon estrogen
tersebutlah yang dapat memicu pertumbuhan sel secara tidak normal pada bagian
tertentu, misalnya payudara. Usia menarche yang dini juga dapat menyebabkan
seorang perempuan mengalami masa menopause yang lebih dini pula. Hal ini menyebabkan
paparan hormon estrogen berkurang pada usia yang relatif masih muda, padahal
hormon estrogen juga berfungsi untuk mencegah serangan jantung dan melindungi
tulang sehingga hal tersebut dapat mengakibatkan peningkatan risiko seorang perempuan
untuk mengalami gangguan jantung dan tulang (Dewi
dan Lucia, 2015).
Pada
kasus terapi sulih hormon (TSH) ditemukan tingginya
kadar estrogen pada jaringan payudara wanita pascamenopause seringkali dianggap berasal dari tingginya uptake dari hormon dalam sirkulasi. Selain
itu, uptake juga berasal dari sintesis dan metabolisme lokal steroid pada jaringan payudara. Sejumlah enzim yang berperan dalam metabolisme hormon seks steroid (aromatase, sulfatase, sulfotransferase, 17- hidroksisteroid dehidrogenase) diekspresikan dan fungsional pada
jaringan payudara normal
maupun yang mengalami neoplasia
(Suparman dan Eddy, 2014).
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, G.A.T., dan Lucia, Y.H. 2015. Analisis Risiko Kanker
Payudara Berdasarkan Riwayat Pemakaian Kontrasepsi Hormonal dan Usia Menarche. Jurnal Berkala Epidemiologi 3(1): 12-23
Suryaningsih, E.K., dan B.E. Sukaca, 2009. Kupas Tuntas Kanker
Payudara. Paradigma Indonesia. Yogyakarta: 1-146.
Suparman, E., dan Eddy, S. 2014. Peran Estrogen dan Progesteron
Terhadap Kanker Payudara. Jurnal Biomedik
6(3): 141-148
No comments:
Post a Comment