1000 HPK adalah masa awal kehidupan yang dimulai saat di dalam
kandungan sampai 2
tahun pertama setelah kelahiran. Masa ini merupakan periode emas “Golden Period” seorang anak untuk tumbuh dan
berkembang secara
optimal (Achadi, 2014). Malnutrisi sejak
usia kehamilan sangat memengaruhi perkembangan
fsik dan kognitif anak kedepan.
Gangguan fsik dan kognitif yang diderita
anak sejak awal kehidupannya bersifat
permanen dan akan memengaruhi generasi
mendatang. Artinya masalah status gizi
anak di usia dua tahun berkaitan dengan ketika mereka dewasa kelak, termasuk tinggi badan, Body Mass Index (BMI), jika akan bersekolah, bekerja dan
keturunan dimasa depan.
Anak-anak yang kekurangan gizi di dua
tahun, yang kemudian menambah berat badan
dengan cepat pasca-bayi, kemungkinan menderita penyakit kronis saat dewasa. Ibu bertubuh pendek dan anemia
defsiensi besi, 20%
meningkatkan risiko kematian ibu saat melahirkan (Victora et al, 2008).
Bailey (2015) mengungkapkan bahwa wanita hamil dan anak-anak
usia di bawah 5
tahun berada pada risiko tertinggi micronutrient
defciencies (MNDs). Besi, yodium,
folat, vitamin A, dan kekurangan zinc
adalah
MNDs paling luas dan menjadi kontributor
umum terhadap masalah pertumbuhan,
penurunan intelektual, komplikasi
perinatal dan meningkatkan risiko morbiditas
dan mortalitas. Kramer, MS (2003) mengungkapkan
bahwa wanita hamil rentan terhadap
kekurangan gizi karena tuntutan kehamilan
akan peningkatan kebutuhan nutrisi.
Wanita yang tinggal di negera berkembang
sangat berisiko mengalami kekurangan gizi selama kehamilan karena kendala sosial ekonomi,
kualitas pola makan yang
buruk, intensitas kerja yang tinggi dan siklus reproduksi. Penelitian lain di lakukan oleh Sukchan et al. (2010) mengemukakan bahwa prevalensi
ketidakcukupan zat gizi
berdasarkan Recommended
Dietary Allowance
(RDA) adalah
masing-masing karbohidrat
86,8%, protein 59,2%, lemak 78,0%,
kalori 83,5%, kalsium 55,0%, fosfor 29,5%,
besi 45,2%, thiamin 85,0%, riboflavin 19,2%, retinol 3,8%, niacin 43,2%, vitamin C 0,8% dan yodium 0,8%. Faktor
usia ibu, tingkat
pendidikan, usia kehamilan, indeks massa
tubuh sebelum hamil dan tingkat kekerasan
di daerah Selatan Thailand secara signifkan
terkait dengan kekurangan zat gizi tersebut
di atas (Naim dkk, 2017).
Adapun masalah gizi yang terjadi sejak bayi baru lahir juga
disebabkan oleh kegagalan
pemberian ASI secara eksklusif. Dona
(2013) mengemukakan faktor-faktor penyebab
ketidakberhasilan pemberian ASI secara
eksklusif, yaitu Ibu yang bekerja, pengetahuan
ibu yang kurang dan suami yang
tidak mendukung. Saleh (2011) mengungkapkan
bahwa pengetahuan ibu tentang
ASI hanya sebatas mendengar saja sehingga
tidak memiliki keterampilan yang baik
dalam mempraktikkannya. Hal tersebut menyebabkan timbul rasa kurang percaya diri ibu sehingga mendorong ibu
memberikan susu
formula kepada bayi. Hidayat (2006) dalam
penelitiannya menemukan bahwa ada
67,9% responden di Jawa Barat telah diberikan
cairan pralaktal berupa cairan: madu,
air gula atau air kelapa kepada bayinya dan 18,4% telah memberikan susu formula dengan alasan karena ASI belum
keluar.
Faktor lain yang menjadi penyebab masalah nutrisi pada 1000 HPK
adalah praktik
pemberian MP-ASI yang tidak tepat. Keyakinan
bahwa makanan pendamping akan
membantu meningkatkan berat badan bayi
dan pola tidurnya serta pengaruh teman sebaya diketahui memengaruhi keputusan ibu memberikan makan lebih
awal (Walsh, 2015).
Penelitian yang dilakukan oleh Patel et al (2011) diketahui bahwa prevalensi pengenalan MPASI tepat waktu
berdasarkan rekomendasi
WHO yaitu 55%, tingkat keberagaman
makanan hanya 15,2%, frekuensi
makan 41,5% dan diet minimum diterima 9,2%. Adapun faktor-faktor yang memengaruhi yaitu letak
geografs, keadaan ekonomi
keluarga, pendidikan ibu yang rendah,
BMI ibu < 18,5 kg/m2), kurangnya kunjungan
ANC, kurangnya kunjungan pasca natal
dan kurang terpaparnya terhadap media.
Pendidikan adalah elemen kunci dalam keberhasilan kesehatan layanan
perawatan, termasuk
edukasi optimalisasi nutrisi pada ibu
hamil dan pendekatan terbaik adalah edukasi
yang melibatkan keluarga sebagai orang
terdekat bagi klien. Edukasi berbasis keluarga merupakan salah satu upaya pemberdayaan untuk
memperkuat peran keluarga
sebagai lingkungan yang paling berpengaruh
terhadap status kesehatan anggota
keluarga, khususnya pada ibu hamil (Naim dkk, 2017).
DAFTAR PUSTAKA
Naim,
Rosani., Neti, J., dan Ahmad, Y. 2017. Pengaruh Edukasi Berbasis Keluarga
Terhadap Intensi Ibu Hamil untuk Optimalisasi Nutrisi pada 1000 Hari Pertama
Kehidupan. JKP 5 (2); 184-196
Achadi, L.E. 2014. Periode
Kritis 1000 Hari Pertama Kehidupan Dan Dampak Jangka Panjang Terhadap Kesehatan dan
Funginya. Departemen
Gizi Kesmas, FKM Universitas Indonesia,
Disampaikan Pada “Kursus Penyegar
Ilmu Gizi” oleh PERSAGI.
Victoria, C. G., Adair, L.,
Fall, C., Hallal, P.
C., Martorell, R., Richter, L., et al. 2008. Maternal and child undernutrition: consequences for adult health
and human capital.
[Article]. Lancet,
371(9609),
340–357
Saleh, L Amal. 2011. Studi
kualitatif: Faktor-Faktor
Yang Menghambat Praktik ASI
eksklusif.
Dona, S. 2013. Pengaruh
Pekerjaan Ibu, Pengetahuan
Ibu dan Dukungan Suami Terhadap
Ketidakbehasilan Pemberian ASI eksklusif
Di Kotamadya Bandung.
Walsh, A., Kearney, L., &
Dennis, N. 2015. Factors
influencing frst-time mothers’ introduction
of complementary foods: a qualitative
exploration. [journal article]. BMC
Public Health, 15(1), 1–11
Patel et al. 2011.
Determinants of Inappropriate Complementary
Feeding Practices in Young Children in
India: Secondary Analysis of National
Family Health Survey 2005-2006. Maternal &
Child Nutrition, pp.28-44.
No comments:
Post a Comment