Saturday, 20 January 2018

PENYEMPITAN TUBA FALOPI

Penyempitan Tuba Falopi
Kasus :
Penelitian yang dilakukan Cabot et al tahun 2016 bahwa terdapat seorang wanita Nepal berusia 31 tahun mengalami infertilitas primer. Dua siklus fertilisasi in vitro tidak berhasil. Sebuah histerosalpingogram menunjukkan penyempitan dan pengeluaran yang tidak normal pada tuba falopi distal. Prosedur diagnostik tambahan dilakukan. Sebuah histerosalpingogram diperoleh di rumah sakit lain 9 bulan sebelum evaluasi. Rongga rahim memiliki volume normal, kontur simetris, dan tidak ada ketidakteraturan mukosa pengisian. Tuba proksimal diisi dengan cepat dan memiliki kaliber tipis biasa , namun bagian ampullary dan infundibular distal secara abnormal melebar dan memiliki banyak kekurangan pengisian. Bungkusan divertikular di bagian ampulari dan infundibular tuba falopi juga terlihat. Kurangnya tumpahan bebas bahan kontras ke dalam rongga peritoneum merupakan indikasi adanya penyempitan pada tuba falopi.
Ada beberapa temuan penting lainnya dalam kasus ini. Pasien tersebut lahir dan besar di Nepal dan menghabiskan lebih banyak waktu di India. Dia menerima vaksin BCG saat kecil. Dia dalam kondisi sehat, tidak memiliki penyakit sistemik yang jelas, tidak mengalami gangguan kekebalan tubuh, dan memiliki fungsi ovarium normal, menghasilkan oosit yang, bersamaan dengan sperma pasangannya, telah menghasilkan embrio yang layak. Dia tidak memiliki penghinaan, infeksi, atau operasi sebelumnya yang melibatkan rongga rahim. Sebuah histerosalpingogram menunjukkan oklusi tuba bilateral, dan pemeriksaan spesimen biopsi endometrium menunjukkan granuloma noncaseating. Namun, histeroskopi menunjukkan rongga uterus yang normal, dan tidak ada kelainan pelvis (misalnya, massa panggul, hidrosalut, atau abses) ditemukan pada banyak pemeriksaan atau pada ultrasonografi pelvis.
Faktor Penyebab Masalah Terjadi
Penyebabnya karena infeksi, yaitu:
1.      Tuberkulosis
Ketika granuloma ditemukan di endometrium, tuberkulosis (paling sering disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis) harus dianggap sebagai penyebab yang paling mungkin terjadi. Endometrium dipengaruhi pada 50 sampai 75% pasien dengan tuberkulosis genital. Infeksi diperkirakan menyebar melalui darah, atau mungkin melalui limfatik, dari tempat infeksi primer ke saluran tuba, dan dari situ ia menanam endometrium. melalui drainase langsung Salpingitis isthmica nodosa adalah divertikulosis endosalpinx di daerah utu ginjal sekunder yang paling sering terjadi karena adanya perubahan inflamasi, dan perubahan salinditis isthmica nodosa dan oklusi tuba ditemukan pada histerosalpingografi pada wanita dengan tuberkulosis genital.
2.      Infeksi lainnya
Beberapa infeksi jamur dapat menyebabkan granuloma endometrium. Infeksi dengan virus, seperti cytomegalovirus, dapat menyebabkan granuloma pada endometrium pada wanita sehat.
3.      Penyebab tidak menular
Reaksi tubuh asing dapat terjadi setelah terpapar zat asing, seperti bedak (yaitu bedak talek) dari sarung tangan bedah, atau paparan alat kontrasepsi (IUD).









Pembahasan

Pasien tersebut, yang memiliki usia ibu yang baik, memiliki dua siklus fertilisasi in vitro yang gagal dengan embrio berkualitas tinggi dalam konteks tuba fallopi yang tidak normal pada histerosalpingografi. Dia pernah tinggal di daerah yang memiliki tingkat tuberkulosis yang tinggi, sehingga menimbulkan kecurigaan terhadap tuberkulosis uterus gaib sebagai penjelasan untuk ketidaksuburannya. Dalam kasus ini, biopsi endometrium dilakukan untuk mengevaluasi infeksi. Temuan inflamasi granulomatosa nonnekroteksi mendukung kecurigaan terhadap tuberkulosis endometrium. Bahwa pasien tersebut terjadi infeksi tuberkulosis pada rahim yang menyebabkan penyempitan pada tuba falopi Cabot, et al. 2016).
Infertilitas (Detiana, 2010) merupakan gangguan sistem reproduksi yang menyerang pria dan wanita dengan frekuensi seimbang. Infertilitas biasanya diartikan sebagai ketidakmampuan untuk memperoleh kehamilan setelah 12 bulan menikah dengan senggama yang teratur tanpa perlindungan kotrasepsi. Pada wanita, penyebab infertilitas antara lain :
1.      Kegagalan ovulasi
2.      Kelainan hormon seperti prolaktinemia
3.      Kelainan anatomi saluran telur
4.      Tumor
5.      Infeksi atau radang daerah panggul
6.      Endometriosis
7.      Tuberkulosis (TBC)
8.      Penyakit-penyakit kelamin atau penyakit menular seksual
9.      Sindroma polikistik
10.  Tidak cukupnya hubungan senggama suami istri.
Tuba Falopi
Organ reproduksi wanita bagian dalam, yang terletak di dalam pelvis adalah uterus, dua ovarium dan tuba falopi (fallopian). Tuba falopi atau saluran telur, berjalan di sebelah kiri dan sebelah kanan sebuah, dari sudut atas uterus ke samping, di tepi atas ligamen lebar ke arah sisi pelvis. Panjangnya kira-kira 10 cm, dan ujung bagian dekat uterus menyempit. Makin jauh dari rahim makin besar dan membentuk ampula, dan akhirnya belok ke bawah untuk berakhir menjadi tepi berfimbria. Salah satu umbai (fimbria) menempel ke ovarium (Andriyani, dkk, 2015).
Tuba falopi ditutupi oleh peritoneum, di bawah peritoneum ini terdapat lapisan bertotot yang terdiri atas serabut longitudinal dan melingkar. Lapisan dalam dari tuba ini terdiri atas sel epitelium yang bersilia. Lubang ujung tuba falopi menghadap ke peritoneum, maka dengan demikian terbentuk jalam dari vagina, melalui uterus dan tuba masuk rongga peritoneum, sehingga pada orang perempuan peritoneum berupa kantong terbuka, bukan tertutup. Ovarium dan tuba falopi mendapat darah dari arteria ovarika dan pelayanan persarafan diambil dari plexus hipogastrik dan plexus ovarikus (Andriyani, dkk, 2015).
Fungsi normal tuba falopi ialah untuk mengantarkan ovum dari ovarium ke uterus. Juga menyediakan tempat untuk pembuahan. Tetapi perjalanan ovum dapat terhalang di titik manapun dan jika ovum tadi dibuahi maka terjadi kehamilan ektopik. Karena tidak dapat bergerak terus ke uterus maka ovum itu tertanam dalam tempat yang abnormal, biasanya dalam tuba falopi sendiri (Andriyani, dkk, 2015).
Saluran tuba falopi atau oviduk berjumlah sepasang, di kanan dan di kiri. Saluran ini menghubungkan ovarium dengan rahim. Bagian pangkalnya berbentuk corong disebut tuba infundibulum. Tuba infndibulum dilengkapi dengan jumbai-jumbai yang dinamakan fimbrae. Fimbrae berfungsi menangkap sel telur yang telah masak dan lepas dari ovarium. Tuba falopi berfungsi untuk menggerakkan ovum ke arah rahim dengan gerak peristaltik dan dengan bantuan silia. Bagian dalam (lumen) dari tuba falopi dilapisi sel-sel epitel untuk mendorong ovum bergerak ke dalam tuba falopi ketika terjadi ovulasi (Molika, 2015).
Penyempitan Tuba Falopi
Penyebab subinfertilitas (berkurangnya tingkat kesuburan) pada wanita salah satunya adalah tersumbatnya saluran telur (tuba falopi) (Vitahealth, 2007).
Untuk mengetahui ada atau tidaknya penyumbatan di tuba falopi, disarankan untuk melakukan beberapa pemeriksaan diantaranya, Histeresalpingografi (HSG) yang berfungsi untuk mengetahui kondisi saluran telur sekaligus untuk mengetahui apakah ada sumbatan pada saluran telur. Penyumbatan saluran telur paling umum disebabkan antar lain adanya hidrosalping yaitu perlengketan/penutupan pada sekitar tuba falopi, yang merupakan akibat dari pernah terkena infeksi menular seksual (IMS) dan radang panggul sehingga menghambat pertemuan sel telur dan sperma. Permasalahan di tuba falopi ini sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan kehamilan (Puspita, 2012).
Penyebab Infertilitas penyebab utama ketidaksuburan adalah kelainan anatomi wanita, disfungsi ovulasi, infertilitas yang tidak dapat dijelaskan atau idiopatik, dan infertilitas faktor laki-laki. Evaluasi pasien harus menetapkan panjang siklus menstruasi; sejarah kehamilan; dan riwayat penyakit menular seksual, obat-obatan, perubahan berat badan, dan olahraga (Cabot, et al, 2010).

Kesimpulan
Kesimpulan dari analisis jurnal pada seorang wanita Nepal berusia 31 tahun yang mengalami infertilitas primer. Terjadi infertilitas di sebabkan karena terjadi infeksi oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis disebabkan ibu menderita TBC, bakteri menyebar melalui darang dan menetap di rahim yang menyebabkan penyempitan pada tuba falopi dan kemudian menyebabkan infertilitas pada ibu.









Daftar Pustaka

Andriyani, Rika, dkk. 2015. Buku Ajar Biologi Reproduksi dan Perkembangan. Yogyakarta: Deepublish

Cabot, Richard et al. 2010. Case 20-2010: A 32-Year-Old Woman with Oligomenorrhea and Infertility. Melalui https://search.proquest.com/pqrl/docview/603737700/D55691EA787C40EAPQ/9?accountid=188397 diakses 15 Oktober 2017


Cabot, Richard et al. 2016. Case 28-2016: A 31-Year-Old Woman with Infertility  The New England Journal of Medicine; Boston 375.11. Melalui https://search.proquest.com/pqrl/docview/1819958586/fulltext/5018EA1FDA9E42E9PQ/1?accountid=188397 diakses 15 Oktober 2017


Detiana, Prilia. 2010. Hamil Aman dan Nyaman di Atas Usia 30 Tahun. Yogyakarta: Media Pressindo

Djuwantono. (2008). Hanya 7 hari memahami infertilitas. Bandung: PT. Refika Aditama.

Hadibroto, I. (2013). Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC.

Molika, Ewa. 2015 Panduan Pintar Menghitung Masa Subur. Jakarta: Kunci Aksara

Puspita, Yulinda. 2012. Panduan Cepat Mendapat Buah Hati. Yogyakarta: Stiletto Book

Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.


Vitahealh. 2007. Infertil. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama 

No comments:

Post a Comment