Penyempitan
Tuba Falopi
Kasus :
Penelitian yang dilakukan Cabot et al tahun 2016 bahwa terdapat seorang
wanita Nepal berusia 31 tahun mengalami infertilitas primer. Dua siklus
fertilisasi in vitro tidak berhasil. Sebuah histerosalpingogram
menunjukkan penyempitan dan pengeluaran yang tidak normal pada tuba falopi
distal. Prosedur diagnostik tambahan dilakukan. Sebuah histerosalpingogram diperoleh di rumah sakit lain 9 bulan sebelum
evaluasi. Rongga rahim memiliki volume normal, kontur simetris, dan tidak ada
ketidakteraturan mukosa pengisian. Tuba proksimal diisi dengan cepat dan
memiliki kaliber tipis biasa , namun bagian ampullary dan infundibular distal
secara abnormal melebar dan memiliki banyak kekurangan
pengisian. Bungkusan divertikular di bagian ampulari dan infundibular tuba
falopi juga terlihat. Kurangnya tumpahan bebas bahan kontras ke dalam
rongga peritoneum merupakan indikasi adanya penyempitan pada tuba falopi.
Ada beberapa temuan penting lainnya dalam kasus
ini. Pasien tersebut lahir dan besar di Nepal dan menghabiskan lebih banyak
waktu di India. Dia menerima vaksin BCG saat kecil. Dia dalam kondisi
sehat, tidak memiliki penyakit sistemik yang jelas, tidak mengalami gangguan
kekebalan tubuh, dan memiliki fungsi ovarium normal, menghasilkan oosit yang,
bersamaan dengan sperma pasangannya, telah menghasilkan embrio yang
layak. Dia tidak memiliki penghinaan, infeksi, atau operasi sebelumnya
yang melibatkan rongga rahim. Sebuah histerosalpingogram menunjukkan
oklusi tuba bilateral, dan pemeriksaan spesimen biopsi endometrium menunjukkan
granuloma noncaseating. Namun, histeroskopi menunjukkan rongga uterus yang
normal, dan tidak ada kelainan pelvis (misalnya, massa panggul, hidrosalut,
atau abses) ditemukan pada banyak pemeriksaan atau pada ultrasonografi pelvis.
Faktor Penyebab Masalah Terjadi
Penyebabnya karena infeksi, yaitu:
1. Tuberkulosis
Ketika granuloma
ditemukan di endometrium, tuberkulosis (paling sering disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis) harus dianggap sebagai penyebab yang paling mungkin terjadi.
Endometrium dipengaruhi pada 50 sampai 75% pasien dengan tuberkulosis genital.
Infeksi diperkirakan menyebar melalui darah, atau mungkin melalui limfatik,
dari tempat infeksi primer ke saluran tuba, dan dari situ ia menanam
endometrium. melalui drainase langsung Salpingitis isthmica nodosa adalah
divertikulosis endosalpinx di daerah utu ginjal sekunder yang paling sering
terjadi karena adanya perubahan inflamasi, dan perubahan salinditis isthmica
nodosa dan oklusi tuba ditemukan pada histerosalpingografi pada wanita dengan tuberkulosis
genital.
2. Infeksi lainnya
Beberapa infeksi
jamur dapat menyebabkan granuloma endometrium. Infeksi dengan virus, seperti
cytomegalovirus, dapat menyebabkan granuloma pada endometrium pada wanita
sehat.
3. Penyebab tidak menular
Reaksi tubuh asing dapat
terjadi setelah terpapar zat asing, seperti bedak (yaitu bedak talek) dari
sarung tangan bedah, atau paparan alat kontrasepsi (IUD).
Pembahasan
Pasien tersebut, yang memiliki usia ibu yang baik,
memiliki dua siklus fertilisasi in vitro yang gagal dengan embrio berkualitas
tinggi dalam konteks tuba fallopi yang tidak normal pada
histerosalpingografi. Dia pernah tinggal di daerah yang memiliki tingkat
tuberkulosis yang tinggi, sehingga menimbulkan kecurigaan terhadap tuberkulosis
uterus gaib sebagai penjelasan untuk ketidaksuburannya. Dalam kasus ini,
biopsi endometrium dilakukan untuk mengevaluasi infeksi. Temuan inflamasi
granulomatosa nonnekroteksi mendukung kecurigaan terhadap tuberkulosis
endometrium. Bahwa pasien tersebut terjadi infeksi tuberkulosis pada rahim yang
menyebabkan penyempitan pada tuba falopi Cabot, et al. 2016).
Infertilitas (Detiana, 2010) merupakan gangguan sistem reproduksi yang
menyerang pria dan wanita dengan frekuensi seimbang. Infertilitas biasanya
diartikan sebagai ketidakmampuan untuk memperoleh kehamilan setelah 12 bulan
menikah dengan senggama yang teratur tanpa perlindungan kotrasepsi. Pada
wanita, penyebab infertilitas antara lain :
1. Kegagalan ovulasi
2. Kelainan hormon seperti prolaktinemia
3. Kelainan anatomi saluran telur
4. Tumor
5. Infeksi atau radang daerah panggul
6. Endometriosis
7. Tuberkulosis (TBC)
8. Penyakit-penyakit kelamin atau penyakit
menular seksual
9. Sindroma polikistik
10. Tidak cukupnya hubungan senggama suami istri.
Tuba Falopi
Organ reproduksi
wanita bagian dalam, yang terletak di dalam pelvis adalah uterus, dua ovarium
dan tuba falopi (fallopian). Tuba falopi atau saluran telur, berjalan di
sebelah kiri dan sebelah kanan sebuah, dari sudut atas uterus ke samping, di
tepi atas ligamen lebar ke arah sisi pelvis. Panjangnya kira-kira 10 cm, dan
ujung bagian dekat uterus menyempit. Makin jauh dari rahim makin besar dan
membentuk ampula, dan akhirnya belok ke bawah untuk berakhir menjadi tepi
berfimbria. Salah satu umbai (fimbria) menempel ke ovarium (Andriyani, dkk,
2015).
Tuba falopi
ditutupi oleh peritoneum, di bawah peritoneum ini terdapat lapisan bertotot
yang terdiri atas serabut longitudinal dan melingkar. Lapisan dalam dari tuba
ini terdiri atas sel epitelium yang bersilia. Lubang ujung tuba falopi
menghadap ke peritoneum, maka dengan demikian terbentuk jalam dari vagina,
melalui uterus dan tuba masuk rongga peritoneum, sehingga pada orang perempuan
peritoneum berupa kantong terbuka, bukan tertutup. Ovarium dan tuba falopi mendapat
darah dari arteria ovarika dan pelayanan persarafan diambil dari plexus
hipogastrik dan plexus ovarikus (Andriyani, dkk, 2015).
Fungsi normal tuba
falopi ialah untuk mengantarkan ovum dari ovarium ke uterus. Juga menyediakan
tempat untuk pembuahan. Tetapi perjalanan ovum dapat terhalang di titik manapun
dan jika ovum tadi dibuahi maka terjadi kehamilan ektopik. Karena tidak dapat
bergerak terus ke uterus maka ovum itu tertanam dalam tempat yang abnormal,
biasanya dalam tuba falopi sendiri (Andriyani, dkk, 2015).
Saluran tuba falopi
atau oviduk berjumlah sepasang, di kanan dan di kiri. Saluran ini menghubungkan
ovarium dengan rahim. Bagian pangkalnya berbentuk corong disebut tuba
infundibulum. Tuba infndibulum dilengkapi dengan jumbai-jumbai yang dinamakan
fimbrae. Fimbrae berfungsi menangkap sel telur yang telah masak dan lepas dari
ovarium. Tuba falopi berfungsi untuk menggerakkan ovum ke arah rahim dengan
gerak peristaltik dan dengan bantuan silia. Bagian dalam (lumen) dari tuba
falopi dilapisi sel-sel epitel untuk mendorong ovum bergerak ke dalam tuba
falopi ketika terjadi ovulasi (Molika, 2015).
Penyempitan Tuba Falopi
Penyebab
subinfertilitas (berkurangnya tingkat kesuburan) pada wanita salah satunya
adalah tersumbatnya saluran telur (tuba
falopi) (Vitahealth, 2007).
Untuk mengetahui
ada atau tidaknya penyumbatan di tuba falopi, disarankan untuk melakukan
beberapa pemeriksaan diantaranya, Histeresalpingografi
(HSG) yang berfungsi untuk mengetahui kondisi saluran telur sekaligus untuk
mengetahui apakah ada sumbatan pada saluran telur. Penyumbatan saluran telur
paling umum disebabkan antar lain adanya hidrosalping
yaitu perlengketan/penutupan pada sekitar tuba falopi, yang merupakan
akibat dari pernah terkena infeksi menular seksual (IMS) dan radang panggul
sehingga menghambat pertemuan sel telur dan sperma. Permasalahan di tuba falopi
ini sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan kehamilan (Puspita, 2012).
Penyebab
Infertilitas penyebab
utama ketidaksuburan adalah kelainan anatomi wanita, disfungsi ovulasi,
infertilitas yang tidak dapat dijelaskan atau idiopatik, dan infertilitas
faktor laki-laki. Evaluasi pasien harus menetapkan panjang siklus
menstruasi; sejarah kehamilan; dan riwayat penyakit menular seksual,
obat-obatan, perubahan berat badan, dan olahraga (Cabot, et al, 2010).
Kesimpulan
Kesimpulan dari analisis jurnal pada seorang wanita Nepal
berusia 31 tahun yang mengalami infertilitas primer. Terjadi infertilitas di
sebabkan karena terjadi infeksi oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis disebabkan
ibu menderita TBC, bakteri menyebar melalui darang dan menetap di rahim yang
menyebabkan penyempitan pada tuba falopi dan kemudian menyebabkan infertilitas
pada ibu.
Daftar Pustaka
Andriyani,
Rika, dkk. 2015. Buku Ajar Biologi
Reproduksi dan Perkembangan. Yogyakarta: Deepublish
Cabot, Richard et al. 2010. Case 20-2010: A
32-Year-Old Woman with Oligomenorrhea and Infertility. Melalui
https://search.proquest.com/pqrl/docview/603737700/D55691EA787C40EAPQ/9?accountid=188397
diakses 15 Oktober 2017
Cabot, Richard et al. 2016. Case 28-2016: A 31-Year-Old Woman with
Infertility The New
England Journal of Medicine; Boston
375.11https://search.proquest.com/pqrl/docview/1819958586/fulltext/5018EA1FDA9E42E9PQ/1?accountid=188397
Detiana,
Prilia. 2010. Hamil Aman dan Nyaman di
Atas Usia 30 Tahun. Yogyakarta: Media Pressindo
Djuwantono.
(2008). Hanya 7 hari memahami
infertilitas. Bandung: PT. Refika Aditama.
Hadibroto,
I. (2013). Buku saku patofisiologi.
Jakarta: EGC.
Molika,
Ewa. 2015 Panduan Pintar Menghitung Masa
Subur. Jakarta: Kunci Aksara
Puspita,
Yulinda. 2012. Panduan Cepat Mendapat
Buah Hati. Yogyakarta: Stiletto Book
Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI.
Vitahealh.
2007. Infertil. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama
No comments:
Post a Comment