Monday, 15 January 2018

GENDER


Kasus Permasalahan Gender
Pemakaian Kontrasepsi Hanya Difokuskan pada Perempuan
dan Pemilihan Atas Izin Suami
Kasus :
Penelitian yang dilakukan oleh Anis Fitriani mengenai pengalaman perempuan dalam menggunakan alat kontrasepsi di Desa Pucangro Kecamatan Kalitengah Kabupaten Lamongan, Indonesia bahwa :
Perempuan (istri) dalam rumah tangga bertanggung jawab pada semua urusan domestik, seperti memasak, membersihkan dan menata rumah, mengasuh anak serta mendidik anak. Bagi perempuan yang telah berumah tangga, melayani suami merupakan tugas yang mutlak harus dilakukan istri dan tidak dapat dinegosiasikan, selain itu istri harus patuh pada suami. Adanya sistem patriarki yang berkembang pada masyarakat di Desa Pucangro meskipun tidak terlalu kuat, menyebabkan pembagian tugas antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam keluarga tidak seimbang.
Banyak masyarakat di Desa Pucangro termasuk perempuan yang mempercayai bahwa tugas perempuan adalah mengurus rumah tangga, dan mencari nafkah bukanlah tugas perempuan melainkan tugas laki-laki sebagai kepala rumah tangga. Penggunaan alat kontrasepsi menjadi tanggung jawab pasangan suami dan istri, dengan kata lain harus dibicarakan bersama. Namun, banyak penduduk yang beranggapan bahwa penggunaan kontrasepsi menjadi urusan perempuan yang dapat hamil dan melahirkan bukan laki-laki sehingga seolah-olah perempuan memiliki kewajiban untuk menggunakan alat kontrasepsi.
Pembahasan :
Pada kasus tersebut terjadi ketidaksetaraan gender antara istri dan suami dalam pemakaian alat kontrasepsi dan pemilihan penggunaan terdapat pada izin suami.  Sistem patriarki yang berkembang di Masyarakat juga menjadi salah satu faktor terjadinya ketidaksetaraan gender di masyarakat tersebut.
Kesehatan reproduksi merupakan kemampuan seorang wanita untuk memanfaatkan alat reproduksi dan mengatur kesuburannya (fertilitas) dapat menjalani kehamilan dan persalinan secara aman serta mendapatkan bayi tanpa resiko apapun dan selanjutnya mengembalikan kesehatan dalam batas normal. Dalam survei yang dilakukan oleh WHO, menetapkan 5 jenis ketentuan sebagai kriteria klarifikasi wanita yaitu kesehatan, perkawinan, pendidikan, pekerjaan dan persamaan (Manuaba, 2009).
Mengingat bahwa tanggung jawab untuk penggunaan kontrasepsi biasanya dilakukan oleh perempuan dalam konteks kemitraan seksual, pengalaman perempuan tentang keadilan gender dapat mempengaruhi bagaimana mereka dapat menegosiasikan penggunaan kontrasepsi . Ketidaksetaraan gender telah sangat terkait dengan kemampuan perempuan untuk menegosiasikan penggunaan kontrasepsi untuk seks aman dan untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan di negara-negara berkembang (Betley, dkk, 2008). Kesehatan reproduksi merupakan komponen penting kesehatan bagi pria maupun wanita, tetapi lebih dititikberatkan pada wanita. Keadaan penyakit pada wanita lebih banyak dihubungakna dengan fungsi dan kemampuan bereproduksi serta tekanan sosial pada wanita karena masalah gender (Kusmiran, 2014).
Mengenai hak kesehatan reproduksi perempuan berarti memberi kewenangan dan hak kepada perempuan untuk menentukan pilihan dan mengontrol tubuh, seksualitas, dan alat serta fungsi reproduksinya. Kewenangan dan hak perempuan untuk mengontrol tubuhnya sendiri banyak dikhawatirkan menyalahi tata aturan kultural, moral, dan agama (Nurhayati, 2014). Hak-hak reproduksi merupakan hak pria dan wanita untuk memperoleh informasi dan mempunyai akses terhadap berbagai metode keluarga berencana yang mereka pilih, aman, efektif, terjangkau, serta metode-metode pengendalian kelahiran lainnya yang mereka pilih dan tidak bertentangan dengan hukum serta perundang-undangan yang berlaku (Kusmiran, 2014).
Salah satu kesehatan reproduksi pada wanita mengenai pemilihan kontrasepsi. Kecemasan dalam aktivitas seksual sering berkaitan dengan kehailan dan kelahiran seorang anak, yang tidak dialami dan dihayati oleh laki-laki. Perempuan di samping dianggap sebagai objek pemuas kebutuhan seks laki-laki, juga objek reproduksi, sehingga suami atau negara sangat mengontrol fungsi reproduksi perempuan. Bagaimana perempuan menjadi objek KB keluarga dan Pemerintah, sering tanpa mempertimbangkan kondisi fisik dan psikologis perempuan. Di samping itu, perempuan sendiri tidak berdaya dan tidak melihat urgensi makna dirinya bagi kedaulatan tubuhnya. Perempuan cenderung menghindari konflik, meskipun harus mengorbankan dirinya sedemikian rupa. Pengalaman berKB yang buruk cukup menjadi rintihan tanpa suara, tangisan tanpa air mata, dan protes tanpa aksi, yang menyebabkan kondisi perempuan tidak sehat dalam menjalankan peran reproduksinya (Nurhayati, 2014).
Faktor Penyebab Masalah Terjadi :
Peran pria dalam program KB meliputi 3 faktor yaitu (Kusmindari, dkk, 2016) yaitu faktor predisposisi yang meliputi budaya KB pria dan pengembangan metode sosialisasi, faktor pemungkin yang meliputi pelayanan KB yang berkelanjutan serta peran pria tidak sekedar akseptor saja tetapi mendukung pasangan dengan program KB dan faktor penguat meliputi keputusan berKB dan pemenuhan individu dan dukungan tokoh masyarakat.
Dampak :
Masalah kesehatan reproduksi menjadi perhatian bersama bukan hanya individu yang bersangkutan, karena dampaknya kuat manyangkut berbagai aspek kehidupan dan menjadi parameter kemampuan negara dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. Dengan demikian kesehatan alat reproduksi sangat erat hubungannya dengan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian anak (AKA) (Manuaba, 2009).
United Nations Population Fund mencatat bahwa kesetaraan jender dan kesehatan reproduksi sangat diperlukan untuk mengurangi kemiskinan. Menurut studi tentang mununjukkan bahwa kesetaraan gender memiliki pengaruh yang berpotensi penting terhadap penggunaan kontrasepsi di tingkat lokal dan kesetaraan gender memiliki hubungan yang lebih kuat dengan tingkat pendidikan (Betley, dkk, 2008).
Upaya Penanggulangan dari Pemerintah dan Peran Bidan :
Menurut penelitian Hardee pada tahun 2017 bahwa intervensi yaitu berusaha memperbaiki sikap pria terhadap Keluarga Berencana, pengetahuan mereka tentang meotde yang spesifik dan penggunaan metode kontrasepsi pada pria secara khusus. Metode kontrasepsi pria meliputi kondom, vasektomi dan koitus interuptus. Strategi program penggunaan kontrasepsi pada pria meliputi penyediaan informasi dan pelayanan klinik untuk pria, penjangkauan dengan motivator pria tentang penggunaan kontrasepsi, keterlibatan masyarakat, program konseling oleh tenaga kesehatan dan pendidikan kesehatan tentang seksual komprehensif.
Kontrasepsi harus tersedia dan mudah diakses oleh pasangan dan individu yang membutuhkannya . Tujuan program keluarga berencana harus memungkinkan pasangan dan individu untuk memutuskan secara bebas dan bertanggung jawab jumlah dan jarak anak-anak mereka dan memiliki informasi dan sarana untuk melakukannya dan untuk memastikan pilihan yang tepat dan menyediakan berbagai aman dan aman (Betley, dkk, 2008).
Manfaat keluarga berencana salah satunya yaitu mencegah resiko kesehatan terkait kehamilan pada wanita yaitu kemampuan seorang wanita untuk memilih apakah dan kapan harus memiliki dampak langsung pada kesehatan dan kesejahteraannya. Program Keluarga Berencana memungkinkan jarak kehamilan dan dapat menunda kehamilan pada peningkatan resiko masalah kesehatan dan kematian. Dengan mengurangi tingkat kehamilan yang tidak diinginkan, keluarga berencana juga menurangi kejadian akan aborsi yang tidak aman. Dalam hal ini, bidan berperan sebagi tenaga kesehatan dalam menyediakan pelayanan Keluarga Berencana (WHO, 2017).

Daftar Pustaka


Fitriani, Anis. 2016. Peran Perempuan dalam Penggunaan Alat Kontrasepsi. Masyarakat, Kebudayaan dan Politik Vol. 29, No. 3, tahun 2016, hal. 121-13. (Online)( http://e-journal.unair.ac.id/index.php/MKP/article/view/2592/1899 diakses 03 Oktober 2017).


Kusmindari, Desi, dkk. 2016. Peran Pria dalam Program Keluarga Berencana di Kota Palembang, Sumatera Selatan. Vol 1, No 1. (Online)( http://jurnalkb.org/ojskb2481/index.php/kb/article/view/3/3 diakses 03 Oktober 2017).

Kusmiran, Eny. 2014. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta: Salemba Medika
Nurhayati, Eti. 2014. Psikologi Perempuan dalam Berbagai Perspektif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Manuaba, Ida A. C. 2009. Memahami Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC






No comments:

Post a Comment