PENDAHULUAN
Transfusi darah merupakan salah satu bagian penting pelayanan kesehatan
modern. Bila digunakan dengan benar, transfusi dapat menyelamatkan jiwa pasien
dan meningkatkan derajat kesehatan. Indikasi tepat transfusi darah dan komponen
darah adalah untuk mengatasi kondisi yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas
bermakna yang tidak dapat diatasi dengan cara lain. Di Indonesia, Palang Merah
Indonesia (PMI) adalah satu-satunya organisasi yang diperbolehkan oleh
pemerintah (tertuang dalam Peraturan Pemerintah No.18 tahun 1980) untuk
melakukan prosedur transfusi darah. Upaya Kesehatan Transfusi darah adalah
serangkaian kegiatan mulai dari pengerahan dan pelestarian donor sampai dengan
pendistribusian darah .Transfusi darah merupakan tindakan klinis yang penting
untuk mengatasi penyakit dan menyelamatkan jiwa serta memperbaiki kesehatan
pasien yang memerlukan darah. Hal penting yang harus diperhatikan dalam praktek
transfusi darah adalah faktor keamanan dan kualitas darah (Puspita &
Pratidina, 2008).
Pada ibu hamil yang mengalami anemia berat
sehingga membutuhkan transfusi darah untuk meningkatkan kadar Hb dalam darah
ibu sebagai seorang muslim, maka merumuskan masalah dengan :
1.
Apakah
yang dimaksud dengan tranfusi darah?
2.
Bagaimana
resiko melakukan transfusi darah?
3.
Bagaimana
transfusi darah pada ibu hamil?
4.
Bagaimana
pandangan islam dan putusan tarjih muhammadiyah tentang tranfusi darah pada ibu
hamil?
Yang akan dijelaskan pada pembahasan.
PEMBAHASAN MASALAH
1. Transfusi
darah
Transfusi darah adalah
proses penyaluran darah ke tubuh kita. Langkah medis ini dilakukan untuk
menyelamatkan nyawa kita ketika
tubuh kekurangan darah. Banyak manfaat dari transfusi darah. Meski begitu, risiko yang bisa kita terima pun
tidak sedikit.
Di Indonesia,
kegiatan transfusi darah dikelola oleh Palang Merah
Indonesia (PMI). Organisasi ini menghimpun kantongkantong darah dari para
pendonor, kemudian mendistribusikannya ke
rumah sakit atau lokasi-lokasi yang membutuhkan pasokan darah. Sebelum didistribusikan, PMI akan melakukan analisis
pemeriksaan serologi guna menguji kelayakan darah agar
terbebas dari penyakit. Setelah
itu, PMI juga akan melakukan pemisahan komponen darah yakni sel darah merah, sel darah putih, trombosit, dan
plasma. Proses transfusi darah biasanya berlangsung
satu hingga dua jam tergantung komposisi darah yang terima
dan berapa banyak darah yang kita butuhkan. Sebelum transfusi,
golongan darah dan status
rhesus (Rh) pendonor dan penerima darah akan dicocokkan terlebih dahulu (Darda, 2016).
Transfusi sel darah merah dapat dilakukan
pada kadar Hb 7-10 g/dl apabila ditemukan hipoksia atau hipoksemia yang
bermakna secara klinis dan laboratorium. Transfusi tidak dilakukan bila kadar
Hb ≥10 g/dl, kecuali bila ada indikasi tertentu, misalnya penyakit yang membutuhkan
kapasitas transport oksigen lebih tinggi (contoh: penyakit paru obstruktif
kronik berat dan penyakit jantung iskemik berat) (Puspita & Pratidina,
2008).
2. Resiko
Transfusi Darah
Umumnya jika dilakukan sesuai prosedur, transfusi darah jarang mengakibatkan
komplikasi. Namun tetap ada risiko di balik langkah medis ini.
a)
Demam.Reaksi demam bisa terjadi dengan cepat
selama atau setelah transfusi dilakukan. Umumnya, ini bukan pertanda serius.
Namun, beberapa reaksi serius ada yang ditandai oleh demam.
Untuk berjaga-jaga, dokter akan menghentikan transfusi
untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
b)
Alergi.
Ini terjadi karena sistem kekebalan tubuh
bereaksi terhadap protein atau zat lain dalam darah yang kita terima.
Reaksi ini biasanya terjadi cepat selama atau setelah
transfusi. Kita akan merasakan
gejala-gejala umum, seperti kulit kemerahan dan gatal.
c)
Infeksi.
Sebelum mendonorkan darah, setiap orang pasti
diperiksa jika dia menderita infeksi yang mungkin ditularkan melalui
darah. Walau demikian, kadang bisa terjadi kesalahan dan darah yang
terkontaminasi itu lolos pemeriksaan. Contohnya, 1 dari
2,3 juta transfusi darah terkontaminasi virus HIV
dan sekitar 1 dari 350
ribu terkontaminasi virus hepatitis B.
d)
Cedera paru.
Kondisi ketika paru-paru kita akan meradang
dalam waktu enam jam usai transfusi. Jika peradangan yang terjadi
parah, paru-paru akan kekurangan oksigen. Hal
tersebut bisa membuat kita sulit bernapas.
e)
Kelebihan cairan.
Kondisi ini bisa menyebabkan jantung tidak
mampu memompa cukup darah ke seluruh tubuh. Sesak napas juga bisa
terjadi akibat paru-paru dipenuhi oleh cairan. Risiko
kelebihan cairan lebih tinggi pada kalangan berumur yang
memiliki penyakit serius seperti penyakit jantung.
f)
Kelebihan zat besi.
Transfusi darah bisa memicu kelebihan zat
besi dalam darah kita. Hal ini bisa berdampak buruk pada hati dan jantung
kita.
g)
Graft-versus-host disease.
Kondisi ini terjadi akibat sel darah putih
yang diterima menyerang jaringan tubuh orang yang menerima darah.
Kondisi ini sering kali berakibat fatal dan
menimbulkan gejala seperti diare,
ruam dan demam. Penderita kondisi ini juga mengalami gangguan pada hati yang bisa diketahui melalui tes fungsi
hati.
Kebanyakan orang
tidak mengalami masalah saat menerima transfusi darah. Namun, jika kita merasa
terjadi perubahan kondisi pada
tubuh, terutama saat proses berlangsung, periksakan kepada dokter segera. Pastikan juga transfusi darah kita
dilakukan di rumah sakit
dan di bawah anjuran serta pengawasan dokter (Darda, 2016).
3. Transfusi
Darah Pada Ibu Hamil
Kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel
darah merah dan membentuk sel darah merah janin dan plasenta. Makin sering
seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan akan makin banyak kehilangan zat besi dan menjadi makin anemis (Happinasari & Suryandari, 2015).
darah merah dan membentuk sel darah merah janin dan plasenta. Makin sering
seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan akan makin banyak kehilangan zat besi dan menjadi makin anemis (Happinasari & Suryandari, 2015).
Menurut
Manuaba (2008),anemia pada ibu hamil dapat diklasifikasikan menjadi 4, yaitu:
a. Tidak Anemia : Hb 11 g r
b. Anemia ringan : Hb 9 – 10 gr %
c. Anemia sedang : Hb 7 – 8 gr %
d. Anemia berat : Hb < 7 gr %
Jenis-Jenis
Anemia (Sarwono, 2010) :
1)
Anemia
Difisiensi besi Anemia dalam kehamilan yang sering dijumpai adalah anemia
akibat kekurangan zat besi. Kekurangan ini dapat diakibatkan karena kurang
masuknya unsur besi dengan makanan, karena gangguan reabsorbsi, atau karena
terlalu banyaknya besi keluar dari badan, misalnya perdarahan (Suryani, 2010).
Diagnosa Sifat yang khas dari anemia defisiensi besi adalah :
(1) Kadar besi serum yang tinggi.
(2) Daya ikat besi serum tinggi.
(3) Protoporifin eritrosit tinggi.
Pencegahan (1) Glukonas 1 tablet sehari. (2) Makan lebih banyak protein
dan sayur-sayuran yang mengandung banyak mineral serta vitamin. (3) Ferrum
oksidum sakkartum, sodium differat dan dekstran besi secara IV. (4) Tranfusi
darah.
2)
Defisiensi
Asam Folat
Anemia megaloblasti disebabkan karena defisiensi asam folik, jarang
sekali karena defisiensi vitamin B12. a) Diagnosa Diagnosa anemia megaloblasti
dibuat apabila ditemukan megaloblasti atau pramegaloblas dalam darah atau
sumsum tulang. Pemeriksaan asam formimino glutamic dalam air kencing dapat
membantu dan percobaan pengeluaran asam folik. b) Pencegahan Apabila pengobatan
anemia dengan besi saja tidak berhasil, maka besi harus ditambahkan dengan asam
folik.
Terapi Tablet asam folik diberikan dalam dosis 15-30 mg sehari, apabila
disebkan oleh defisiensi vitamin B12, maka diberi vitamin B12 dengan dosis
100-1000 mg sehari baik oral maupun parental.
3)
Anemia
Hipoplastik
4)
Anemia
Hemolitik
Resiko kehamilan dengan anemia bahwa anemia pada kehamilan termasuk
dalam kriteria komplikasi dimana keduanya berperan meningkatkan morbiditas dan
mortalitas pada ibu maupun janin. Pada ibu hamil dengan anemia defisiensi besi
kategori berat yaitu dengan kadar Hb <7 gr/dl membutuhkan tambahan darah
untuk meningkatkan kadar Hb dalam darah yaitu dengan melakukan transfusi darah.
4. Perspektif
Agama Tentang Darah
Terkait dengan
darah, Al-Qur’an telah menegaskan keharaman atas
darah (ad-dam).
Mengapa haram dikonsumsi? Ini hal ghoib. Manusia
tidak tahu. Akan tetapi informasi saintifik dapat membantu kita untuk sedikit memahami keharaman darah tersebut.
Allah s.w.t. berfirman:
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (1) bangkai, (2) darah dan
(3) daging babi dan (4) (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama)
selain Allah. Tetapi barang siapa terpaksa (memakannya) bukan karena
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sungguh,
Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS. AlBaqarah”. 173)
Para ulama tafsir
pun tidak satupun yang memahami lain kecuali bahwa darah itu haram, yakni haram
mengonsumsinya.29 Dan, sesuatu yang diharamkan mengonsumsinya,
menurut kaidah fikih, haram pula memproduksi, menjual dan
membelinya (Darda, 2016).
5. Menjual
Darah Untuk Kepentingan Transfusi Ditinjau Dari Hukum Islam
Keberadaan transfusi darah sebagai penemuan
baru dalam hukum Islam. Namun hukum Islam cukup fleksibel sehingga transfusi
darah dibolehkan untuk menyelamatkan jiwa seseorang yang memerlukan darah.
Bahkan, melaksanakan transfusi darah dalam keadaan demikian adalah sebagai
nilai ibadah yang dianjurkan demi menjaga keselamatan jiwa manusia, jika
didasarkan atas pengabdian kepada Allah. Dan kebolehan transfusi darah adalah
didasarkan kepada hajat dalam keadaan darurat, karena tidak ada jalan lain
untuk menyelamatkan jiwa orang itu, kecuali dengan jalan transfusi (Jauhari,
2011).
Demikian pula hukum menjual darah untuk
kepentingan transfusi, Islam
membolehkannya, asalkan penjualan itu terjangkau oleh orang yang membutuhkannya sesuai dengan kode etik perdagangan secara Islam dengan tidak merugikan kedua belah pihak. Akan tetapi, jika penjualannya melampaui batas keampuan dari orang yang membutuhkan darah untuk tujuan komersial, maka haram hukumnya, karena bertentangandengan prinsip kemanusiaan dan nilai-nilai moral agama (Jauhari, 2011).
membolehkannya, asalkan penjualan itu terjangkau oleh orang yang membutuhkannya sesuai dengan kode etik perdagangan secara Islam dengan tidak merugikan kedua belah pihak. Akan tetapi, jika penjualannya melampaui batas keampuan dari orang yang membutuhkan darah untuk tujuan komersial, maka haram hukumnya, karena bertentangandengan prinsip kemanusiaan dan nilai-nilai moral agama (Jauhari, 2011).
6. Pandangan
Islam dan Putusan Tarjih Muhammadiyah Tentang Tranfusi Darah Pada Ibu Hamil
donor darah dan
transfusi darah dalam perspektif agama adalah diperkenankan (mubah). Akan
tetapi, dalam tradisi Islam donor darah kurang lazim. Dan dalam perspektif
sains donor darah menyehatkan, sedangkan
transfusi darah haruslah berhati-hati karena membawa resiko tertentu. Hal-hal di atas tentu harus mendapat
perhatian. Warga belajar (audience) perlu berpikir
mengkritisi atau mengevaluasi posisi darah dalam kehidupan:
memilah dan memilih mana
yang halal dan
mana yang haram, mana
yang baik dan mana
yang buruk untuk dikonsumsi. Itulah peranan kritik-evaluatif yang bisa dimainkan oleh pendidikan sains berbasis agama. Walhasil, warga didik juga perlu berpikir merancang makanan masa depan berbasis halalan-thayyiban. Inilah peranan kreatif-inovatif (Darda, 2016).
yang buruk untuk dikonsumsi. Itulah peranan kritik-evaluatif yang bisa dimainkan oleh pendidikan sains berbasis agama. Walhasil, warga didik juga perlu berpikir merancang makanan masa depan berbasis halalan-thayyiban. Inilah peranan kreatif-inovatif (Darda, 2016).
Transfusi darah adalah
memanfaatkan darah manusia dengan cara memindahkannya dari tubuh orang yang
sehat kepada tubuh orang yang membutuhkannya, untuk mempertahankan
hidupnya/menyelamatkan jiwanya. Manusia tidak dapat hidup tanpa darah karena
semua jaringan tubuh memerlukan darah. Otak manusia membutuhkan darah yang
mencukupi dan teratur. Jika tidak menerima darah dalam tempo lebih dari empat
menit, maka sel otak akan mati. Salah satu manfaat donor darah adalah bahwa
darah dari pendonor dapat menyelamatkan jiwa orang lain secara langsung. Hukum
mempergunakan darah berdasarkan keputusan Tarjih Muhammadiyah bahwa :
1.
Pada dasarnya, darah
yang dikeluarkan dari tubuh manusia termasuk najis menurut hukum Islam. Maka
agama Islam melarang mempergunakannya, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Keterangan tentang haramnya mempergunakan darah, terdapat pada
beberapa ayat yang dalalahnya shahih. Antara lain berbunyi:
Diharamkan bagimu
(memakan) bangkai, darah[*], daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas
nama selain Allah … [Q.S. al-Maidah (5): 3].
[*] Ialah: darah yang keluar dari tubuh, sebagaimana tersebut
dalam surah al-An‘am (6) ayat 145.
2. Tetapi bila berhadapan dengan hajat manusia untuk
mempergunakannya dalam keadaan darurat, sedangkan sama sekali tidak ada bahan
lain yang dapat dipergunakan untuk menyelamatkan nyawa seseorang maka najis itu
boleh dipergunakannya hanya sekedar kebutuhan untuk mempertahankan kehidupan;
misalnya seseorang menderita kekurangan darah karena kecelakaan, maka hal
itu dibolehkan dalam Islam untuk menerima darah dari orang lain, yang disebut
“transfusi darah”. Hal tersebut, sangat dibutuhkan (dihajatkan) untuk menolong
seseorang dalam keadaan darurat, sebagaimana firman Allah swt dalam surah
al-Baqarah (2) ayat 173, yang artinya:
Sesungguhnya Allah hanya
mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang (yang ketika
disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan
terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya” …
Dan
firman Allah dalam surah al-An’am (6) ayat 119:
“Padahal sesungguhnya Allah
telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali
apa yang terpaksa kamu memakannya”.
Dan
kaidah fiqh yang berbunyi:
“Perkara hajat (kebutuhan)
menempati posisi darurat (dalam menetapkan hukum Islam), baik bersifat
umum maupun khusus”.
Dan
kaidah fiqh selanjutnya, berbunyi :
Tidak ada yang haram
bila berhadapan dengan darurat dan tidak ada yang makruh bila berhadapan dengan
hajat (kebutuhan).
3. Bila dalam keadaan darurat yang dialami oleh seseorang
maka agama Islam membolehkan, tetapi bila digunakan untuk hal-hal yang lain
maka agama Islam melarangnya. Karena dibutuhkannya hanya untuk ditransfer
kepada pasien saja. Hal ini sesuai dengan maksud Kaidah Fiqh yang berbunyi:
Sesuatu yang dibolehkan
karena keadaan darurat, (hanya diberlakukan) untuk mengatasi kesulitan
tertentu/diukur menurut kadar kemadharatannya.
4. Dengan demikian dilihat dari urgensinya, donor darah
atau transfusi darah dalam hukum Islam tidak lepas dari unsur kemaslahatan yang
bersifat dharury, yaitu menyelamatkan jiwa manusia dalam keadaan darurat. Sebab
jika tidak menggunakan sesuatu yang diharamkan, yaitu darah (benda najis), maka
seseorang akan meninggal. Dalam hal ini, orang sakit yang kekurangan darah harus
dibantu dengan transfusi darah.
Hukum
Islam berlaku fleksibel dalam menyikapi kemajuan teknologi dalam bidang kesehatan.
Namun demikian, tetap ada batasan dan larangan dalam penggunaan kemajuan
teknologi kesehatan tersebut. Transfusi darah dibolehkan untuk menyelamatkan
jiwa seseorang yang memerlukan darah. Kebolehan transfusi darah adalah
didasarkan kepada hajat dalam keadaan darurat, karena tidak ada jalan lain
untuk menyelamatkan jiwa orang itu, kecuali dengan jalan transfusi (Jauhari,
2011).
7. Kesimpulan
Darah merupakan komponen yang sangat penting
dalam tubuh manusia. Ibu hamil yang mengalami anemia berat dengan kadar Hb yang
sangat rendah yaitu <7 g/dl dan membutuhkan tindakan transfusi darah dalam menyelamatkan
ibu maka berdasarkan pandangan islam dan putusan Tarjih Muhammadiyah maka
diperbolehkan dengan syarat yaitu dalam keadaan darurat.
DAFTAR PUSTAKA
Darda, Abu. 2016. Pendidikan Sains Berbasis Agama Untuk Membangun Hidup Sehat Vol II
No.2. Online ejournal.unida.gontor.ac.id
diakses 04 Oktober 2017
Happinasari, Ossie &
Suryandari. 2015. Jurnal Kebidanan
Perbandingan Kenaikan Kadar Hb Pada Ibu Hamil yang Diberi Fe dan Buah Bit di
Wilayah Kerja Puskesmas Purwokerto Selatan Volume VII No.1. Online https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwi815DTvtTWAhWFspQKHRwXCj8QFghCMAM&url=http%3A%2F%2Fjournal.stikeseub.ac.id%2Findex.php%2Fjkeb%2Farticle%2Fdownload%2F187%2F185&usg=AOvVaw0LCpMRAqxQNDRMdctLThBg diakses 04 Oktober 2017
Jauhari, Imam. 2011. Kesehatan Dalam Pandangan Hukum Islam No. 55
Th.13 PP.35-37. Online http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/kanun/article/viewFile/6251/5155
diakses 04 Oktober 2017
Manuaba, Ida. 2008. Ilmu Kebidanan Kandungan & KB. Jakarta : EGC
Suara Muhammadiyah. 2015. Donor Darah. Online http://www.suaramuhammadiyah.id/2015/12/03/donor-darah/ diakses 04 Oktober 2017
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT.Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Puspita, Pupu & Pratidina, Eka. 2008. Transfusi Darah Volume 1 No.3 Hal. 89-95. https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwipvu_3stbWAhXCvY8KHdcPCg8QFgg1MAE&url=http%3A%2F%2Fejurnal.stikesbhaktikencana.ac.id%2Ffile.php%3Ffile%3Djurnal%26id%3D534%26cd%3D0b2173ff6ad6a6fb09c95f6d50001df6%26name%3DTransfusi%2520darah.pdf&usg=AOvVaw0qI2txAFOLpWKjKgZKcm3c diakses 04 Oktober 2017
No comments:
Post a Comment