Thursday, 4 January 2018

HUKUM TRANSFUSI DARAH PADA IBU HAMIL KEBIDANAN DALAM ISLAM

PENDAHULUAN

Transfusi darah merupakan salah satu bagian penting pelayanan kesehatan modern. Bila digunakan dengan benar, transfusi dapat menyelamatkan jiwa pasien dan meningkatkan derajat kesehatan. Indikasi tepat transfusi darah dan komponen darah adalah untuk mengatasi kondisi yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas bermakna yang tidak dapat diatasi dengan cara lain. Di Indonesia, Palang Merah Indonesia (PMI) adalah satu-satunya organisasi yang diperbolehkan oleh pemerintah (tertuang dalam Peraturan Pemerintah No.18 tahun 1980) untuk melakukan prosedur transfusi darah. Upaya Kesehatan Transfusi darah adalah serangkaian kegiatan mulai dari pengerahan dan pelestarian donor sampai dengan pendistribusian darah .Transfusi darah merupakan tindakan klinis yang penting untuk mengatasi penyakit dan menyelamatkan jiwa serta memperbaiki kesehatan pasien yang memerlukan darah. Hal penting yang harus diperhatikan dalam praktek transfusi darah adalah faktor keamanan dan kualitas darah (Puspita & Pratidina, 2008).
Pada ibu hamil yang mengalami anemia berat sehingga membutuhkan transfusi darah untuk meningkatkan kadar Hb dalam darah ibu sebagai seorang muslim, maka merumuskan masalah dengan :
1.      Apakah yang dimaksud dengan tranfusi darah?
2.      Bagaimana resiko melakukan transfusi darah?
3.      Bagaimana transfusi darah pada ibu hamil?
4.      Bagaimana pandangan islam dan putusan tarjih muhammadiyah tentang tranfusi darah pada ibu hamil?
Yang akan dijelaskan pada pembahasan.






PEMBAHASAN MASALAH

1.      Transfusi darah
Transfusi darah adalah proses penyaluran darah ke tubuh kita. Langkah medis ini dilakukan untuk menyelamatkan nyawa kita ketika tubuh kekurangan darah. Banyak manfaat dari transfusi darah. Meski begitu, risiko yang bisa kita terima pun tidak sedikit.
Di Indonesia, kegiatan transfusi darah dikelola oleh Palang Merah Indonesia (PMI). Organisasi ini menghimpun kantongkantong darah dari para pendonor, kemudian mendistribusikannya ke rumah sakit atau lokasi-lokasi yang membutuhkan pasokan darah. Sebelum didistribusikan, PMI akan melakukan analisis pemeriksaan serologi guna menguji kelayakan darah agar terbebas dari penyakit. Setelah itu, PMI juga akan melakukan pemisahan komponen darah yakni sel darah merah, sel darah putih, trombosit, dan plasma. Proses transfusi darah biasanya berlangsung satu hingga dua jam tergantung komposisi darah yang terima dan berapa banyak darah yang kita butuhkan. Sebelum transfusi, golongan darah dan status rhesus (Rh) pendonor dan penerima darah akan dicocokkan terlebih dahulu (Darda, 2016).
Transfusi sel darah merah dapat dilakukan pada kadar Hb 7-10 g/dl apabila ditemukan hipoksia atau hipoksemia yang bermakna secara klinis dan laboratorium. Transfusi tidak dilakukan bila kadar Hb ≥10 g/dl, kecuali bila ada indikasi tertentu, misalnya penyakit yang membutuhkan kapasitas transport oksigen lebih tinggi (contoh: penyakit paru obstruktif kronik berat dan penyakit jantung iskemik berat) (Puspita & Pratidina, 2008).

2.      Resiko Transfusi Darah
Umumnya jika dilakukan sesuai prosedur, transfusi darah jarang mengakibatkan komplikasi. Namun tetap ada risiko di balik langkah medis ini.
a)           Demam.Reaksi demam bisa terjadi dengan cepat selama atau setelah transfusi dilakukan. Umumnya, ini bukan pertanda serius. Namun, beberapa reaksi serius ada yang ditandai oleh demam. Untuk berjaga-jaga, dokter akan menghentikan transfusi untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
b)          Alergi.
Ini terjadi karena sistem kekebalan tubuh bereaksi terhadap protein atau zat lain dalam darah yang kita terima. Reaksi ini biasanya terjadi cepat selama atau setelah transfusi. Kita akan merasakan gejala-gejala umum, seperti kulit kemerahan dan gatal.
c)           Infeksi.
Sebelum mendonorkan darah, setiap orang pasti diperiksa jika dia menderita infeksi yang mungkin ditularkan melalui darah. Walau demikian, kadang bisa terjadi kesalahan dan darah yang terkontaminasi itu lolos pemeriksaan. Contohnya, 1 dari 2,3 juta transfusi darah terkontaminasi virus HIV dan sekitar 1 dari 350 ribu terkontaminasi virus hepatitis B.
d)          Cedera paru.
Kondisi ketika paru-paru kita akan meradang dalam waktu enam jam usai transfusi. Jika peradangan yang terjadi parah, paru-paru akan kekurangan oksigen. Hal tersebut bisa membuat kita sulit bernapas.
e)           Kelebihan cairan.
Kondisi ini bisa menyebabkan jantung tidak mampu memompa cukup darah ke seluruh tubuh. Sesak napas juga bisa terjadi akibat paru-paru dipenuhi oleh cairan. Risiko kelebihan cairan lebih tinggi pada kalangan berumur yang memiliki penyakit serius seperti penyakit jantung.
f)           Kelebihan zat besi.
Transfusi darah bisa memicu kelebihan zat besi dalam darah kita. Hal ini bisa berdampak buruk pada hati dan jantung kita.
g)          Graft-versus-host disease.
Kondisi ini terjadi akibat sel darah putih yang diterima menyerang jaringan tubuh orang yang menerima darah. Kondisi ini sering kali berakibat fatal dan menimbulkan gejala seperti diare, ruam dan demam. Penderita kondisi ini juga mengalami gangguan pada hati yang bisa diketahui melalui tes fungsi hati.
Kebanyakan orang tidak mengalami masalah saat menerima transfusi darah. Namun, jika kita merasa terjadi perubahan kondisi pada tubuh, terutama saat proses berlangsung, periksakan kepada dokter segera. Pastikan juga transfusi darah kita dilakukan di rumah sakit dan di bawah anjuran serta pengawasan dokter (Darda, 2016).

3.      Transfusi Darah Pada Ibu Hamil
Kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel
darah merah dan membentuk sel darah merah janin dan plasenta. Makin sering
seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan akan makin banyak kehilangan zat besi dan menjadi makin anemis (Happinasari & Suryandari, 2015).
Menurut Manuaba (2008),anemia pada ibu hamil dapat diklasifikasikan menjadi 4, yaitu:
a.       Tidak Anemia : Hb 11 g r
b.      Anemia ringan : Hb 9 – 10 gr %
c.       Anemia sedang : Hb 7 – 8 gr %
d.      Anemia berat : Hb < 7 gr %
Jenis-Jenis Anemia (Sarwono, 2010) :
1)      Anemia Difisiensi besi Anemia dalam kehamilan yang sering dijumpai adalah anemia akibat kekurangan zat besi. Kekurangan ini dapat diakibatkan karena kurang masuknya unsur besi dengan makanan, karena gangguan reabsorbsi, atau karena terlalu banyaknya besi keluar dari badan, misalnya perdarahan (Suryani, 2010).
Diagnosa Sifat yang khas dari anemia defisiensi besi adalah :
(1) Kadar besi serum yang tinggi.
(2) Daya ikat besi serum tinggi.
(3) Protoporifin eritrosit tinggi.
Pencegahan (1) Glukonas 1 tablet sehari. (2) Makan lebih banyak protein dan sayur-sayuran yang mengandung banyak mineral serta vitamin. (3) Ferrum oksidum sakkartum, sodium differat dan dekstran besi secara IV. (4) Tranfusi darah.
2)      Defisiensi Asam Folat
Anemia megaloblasti disebabkan karena defisiensi asam folik, jarang sekali karena defisiensi vitamin B12. a) Diagnosa Diagnosa anemia megaloblasti dibuat apabila ditemukan megaloblasti atau pramegaloblas dalam darah atau sumsum tulang. Pemeriksaan asam formimino glutamic dalam air kencing dapat membantu dan percobaan pengeluaran asam folik. b) Pencegahan Apabila pengobatan anemia dengan besi saja tidak berhasil, maka besi harus ditambahkan dengan asam folik.
Terapi Tablet asam folik diberikan dalam dosis 15-30 mg sehari, apabila disebkan oleh defisiensi vitamin B12, maka diberi vitamin B12 dengan dosis 100-1000 mg sehari baik oral maupun parental.
3)      Anemia Hipoplastik
4)      Anemia Hemolitik
Resiko kehamilan dengan anemia bahwa anemia pada kehamilan termasuk dalam kriteria komplikasi dimana keduanya berperan meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun janin. Pada ibu hamil dengan anemia defisiensi besi kategori berat yaitu dengan kadar Hb <7 gr/dl membutuhkan tambahan darah untuk meningkatkan kadar Hb dalam darah yaitu dengan melakukan transfusi darah.

4.      Perspektif Agama Tentang Darah
Terkait dengan darah, Al-Qur’an telah menegaskan keharaman atas darah (ad-dam). Mengapa haram dikonsumsi? Ini hal ghoib. Manusia tidak tahu. Akan tetapi informasi saintifik dapat membantu kita untuk sedikit memahami keharaman darah tersebut. Allah s.w.t. berfirman:
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (1) bangkai, (2) darah dan (3) daging babi dan (4) (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Tetapi barang siapa terpaksa (memakannya) bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS. AlBaqarah”. 173)
Para ulama tafsir pun tidak satupun yang memahami lain kecuali bahwa darah itu haram, yakni haram mengonsumsinya.29 Dan, sesuatu yang diharamkan mengonsumsinya, menurut kaidah fikih, haram pula memproduksi, menjual dan membelinya (Darda, 2016).

5.      Menjual Darah Untuk Kepentingan Transfusi Ditinjau Dari Hukum Islam
Keberadaan transfusi darah sebagai penemuan baru dalam hukum Islam. Namun hukum Islam cukup fleksibel sehingga transfusi darah dibolehkan untuk menyelamatkan jiwa seseorang yang memerlukan darah. Bahkan, melaksanakan transfusi darah dalam keadaan demikian adalah sebagai nilai ibadah yang dianjurkan demi menjaga keselamatan jiwa manusia, jika didasarkan atas pengabdian kepada Allah. Dan kebolehan transfusi darah adalah didasarkan kepada hajat dalam keadaan darurat, karena tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan jiwa orang itu, kecuali dengan jalan transfusi (Jauhari, 2011).
Demikian pula hukum menjual darah untuk kepentingan transfusi, Islam
membolehkannya, asalkan penjualan itu terjangkau oleh orang yang membutuhkannya sesuai dengan kode etik perdagangan secara Islam dengan tidak merugikan kedua belah pihak. Akan tetapi, jika penjualannya melampaui batas keampuan dari orang yang membutuhkan darah untuk tujuan komersial, maka haram hukumnya, karena bertentangandengan prinsip kemanusiaan dan nilai-nilai moral agama (Jauhari, 2011).

6.      Pandangan Islam dan Putusan Tarjih Muhammadiyah Tentang Tranfusi Darah Pada Ibu Hamil
donor darah dan transfusi darah dalam perspektif agama adalah diperkenankan (mubah). Akan tetapi, dalam tradisi Islam donor darah kurang lazim. Dan dalam perspektif sains donor darah menyehatkan, sedangkan transfusi darah haruslah berhati-hati karena membawa resiko tertentu. Hal-hal di atas tentu harus mendapat perhatian. Warga belajar (audience) perlu berpikir mengkritisi atau mengevaluasi posisi darah dalam kehidupan: memilah dan memilih mana yang halal dan mana yang haram, mana yang baik dan mana
yang buruk untuk dikonsumsi. Itulah peranan kritik-evaluatif yang bisa dimainkan oleh pendidikan sains berbasis agama. Walhasil, warga didik juga perlu berpikir merancang makanan masa depan berbasis halalan-thayyiban. Inilah peranan kreatif-inovatif (Darda, 2016).
Transfusi darah adalah memanfaatkan darah manusia dengan cara memindahkannya dari tubuh orang yang sehat kepada tubuh orang yang membutuhkannya, untuk mempertahankan hidupnya/menyelamatkan jiwanya. Manusia tidak dapat hidup tanpa darah karena semua jaringan tubuh memerlukan darah. Otak manusia membutuhkan darah yang mencukupi dan teratur. Jika tidak menerima darah dalam tempo lebih dari empat menit, maka sel otak akan mati. Salah satu manfaat donor darah adalah bahwa darah dari pendonor dapat menyelamatkan jiwa orang lain secara langsung. Hukum mempergunakan darah berdasarkan keputusan Tarjih Muhammadiyah bahwa :
1.      Pada dasarnya, darah yang dikeluarkan dari tubuh manusia termasuk najis menurut hukum Islam. Maka agama Islam melarang mempergunakannya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Keterangan tentang haramnya mempergunakan darah, terdapat pada beberapa ayat yang dalalahnya shahih. Antara lain berbunyi:
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah[*], daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah … [Q.S. al-Maidah (5): 3].
[*] Ialah: darah yang keluar dari tubuh, sebagaimana tersebut dalam surah al-An‘am (6) ayat 145.
2.      Tetapi bila berhadapan dengan hajat manusia untuk mempergunakannya dalam keadaan darurat, sedangkan sama sekali tidak ada bahan lain yang dapat dipergunakan untuk menyelamatkan nyawa seseorang maka najis itu boleh dipergunakannya hanya sekedar kebutuhan untuk mempertahankan kehidupan; misalnya seseorang menderita  kekurangan darah karena kecelakaan, maka hal itu dibolehkan dalam Islam untuk menerima darah dari orang lain, yang disebut “transfusi darah”. Hal tersebut, sangat dibutuhkan (dihajatkan) untuk menolong seseorang dalam keadaan darurat, sebagaimana firman Allah swt dalam surah al-Baqarah (2) ayat 173, yang artinya:
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang (yang ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya” …
Dan firman Allah dalam surah al-An’am (6) ayat 119:
“Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya”.
Dan kaidah fiqh yang berbunyi:
“Perkara hajat (kebutuhan) menempati posisi darurat (dalam menetapkan hukum Islam), baik bersifat umum maupun khusus”.
Dan kaidah fiqh selanjutnya, berbunyi :
Tidak ada yang haram bila berhadapan dengan darurat dan tidak ada yang makruh bila berhadapan dengan hajat (kebutuhan).
3.      Bila dalam keadaan darurat yang dialami oleh seseorang maka agama Islam membolehkan, tetapi bila digunakan untuk hal-hal yang lain maka agama Islam melarangnya. Karena dibutuhkannya hanya untuk ditransfer kepada pasien saja. Hal ini sesuai dengan maksud Kaidah Fiqh yang berbunyi:
Sesuatu yang dibolehkan karena keadaan darurat, (hanya diberlakukan) untuk mengatasi kesulitan tertentu/diukur menurut kadar kemadharatannya.
4.      Dengan demikian dilihat dari urgensinya, donor darah atau transfusi darah dalam hukum Islam tidak lepas dari unsur kemaslahatan yang bersifat dharury, yaitu menyelamatkan jiwa manusia dalam keadaan darurat. Sebab jika tidak menggunakan sesuatu yang diharamkan, yaitu darah (benda najis), maka seseorang akan meninggal. Dalam hal ini, orang sakit yang kekurangan darah harus dibantu dengan transfusi darah.
Hukum Islam berlaku fleksibel dalam menyikapi kemajuan teknologi dalam bidang kesehatan. Namun demikian, tetap ada batasan dan larangan dalam penggunaan kemajuan teknologi kesehatan tersebut. Transfusi darah dibolehkan untuk menyelamatkan jiwa seseorang yang memerlukan darah. Kebolehan transfusi darah adalah didasarkan kepada hajat dalam keadaan darurat, karena tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan jiwa orang itu, kecuali dengan jalan transfusi (Jauhari, 2011).

7.      Kesimpulan
Darah merupakan komponen yang sangat penting dalam tubuh manusia. Ibu hamil yang mengalami anemia berat dengan kadar Hb yang sangat rendah yaitu <7 g/dl dan membutuhkan tindakan transfusi darah dalam menyelamatkan ibu maka berdasarkan pandangan islam dan putusan Tarjih Muhammadiyah maka diperbolehkan dengan syarat yaitu dalam keadaan darurat.




















DAFTAR PUSTAKA

Darda, Abu. 2016. Pendidikan Sains Berbasis Agama Untuk Membangun Hidup Sehat Vol II No.2. Online ejournal.unida.gontor.ac.id diakses 04 Oktober 2017
Happinasari, Ossie & Suryandari. 2015. Jurnal Kebidanan Perbandingan Kenaikan Kadar Hb Pada Ibu Hamil yang Diberi Fe dan Buah Bit di Wilayah Kerja Puskesmas Purwokerto Selatan Volume VII No.1. Online https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwi815DTvtTWAhWFspQKHRwXCj8QFghCMAM&url=http%3A%2F%2Fjournal.stikeseub.ac.id%2Findex.php%2Fjkeb%2Farticle%2Fdownload%2F187%2F185&usg=AOvVaw0LCpMRAqxQNDRMdctLThBg diakses 04 Oktober 2017
Jauhari, Imam. 2011. Kesehatan Dalam Pandangan Hukum Islam No. 55 Th.13 PP.35-37. Online http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/kanun/article/viewFile/6251/5155 diakses 04 Oktober 2017
Manuaba, Ida. 2008. Ilmu Kebidanan Kandungan & KB. Jakarta : EGC
Suara Muhammadiyah. 2015. Donor Darah. Online http://www.suaramuhammadiyah.id/2015/12/03/donor-darah/ diakses 04 Oktober 2017
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT.Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

No comments:

Post a Comment