A. Defenisi
·
Kehamilan
merupakan hal yang
membahagiakan sekaligus menggelisahkan. Kebahagiaan tersebut karena akan
memperoleh keturunan sebagai pelengkap dan penyempurnaan sebagai wanita, namun
juga menggelisahkan karena penuh dengan perasaan takut dan cemas mengenai
hal-hal buruk yang dapat menimpa dirinya terutama pada saat proses
persalinan.(Nur Fita Romalasari, 2020.)
·
Metabolisme berasal dari bahasa yunani “metabolismos” yang
berarti perubahan. Sebagaimana asal namanya, metabolisme semua reaksi kimia
yang terjadi dalam organisme termasuk pada tingkat sel.
·
Metabolisme
adalah proses mengubah
makanan dan minuman yang anda konsumsi menjadi energy dan menggunakan energy
tersebut sebagai bahan bakar untuk menjalani berbagai fungsi di tubuh.
·
Energi adalah
kemampuan melakukan usaha. Energi disebut juga tenaga. Orang yang energik
adalah orang yang penuh tenaga sehingga dapat melakukan lebih banyak pekerjaan.
Orang yang loyo kebalikan dari orang energik. Di dalam tubuh, energi disimpan
dalam bentuk cadangan energi, yaitu lemak sebanyak 74 persen, protein sebanyak
25 persen dan karbohidrat < 1 persen.
·
Metabolisme
energy adalah suatu
ukuan dari intensitas dari hidup, suatu statistic ringkasan dari tingkat energy
gunakan.
B. Bentuk
– bentuk metabolisme energi
Secara garis besar,
proses biokimia yang terjadi dalam tubuh kita dinamakan metabolisme. Reaksi metabolisme
sendiri terbagi dua, yaitu katabolisme dan anabolisme.
Metabolisme energi merupakan
reaksi kimia yang terjadi dalam sel. Metabolisme dapat merupakan:
1.
Anabolisme
Anabolisme adalah proses yang terjadi saat tubuh menggunakan energy
yang ada untuk membangun sel dan menyimpan sisanya agar bisa digunakan sewaktu
– waktu saat di butuhkan.
Proses ini membutuhkan energi dari luar. Energi yang
digunakan dalam reaksi ini dapat berupa energi cahaya ataupun energi kimia.
Energi tersebut, selanjutnya digunakan untuk mengikat senyawa-senyawa sederhana
tersebut menjadi senyawa yang lebih kompleks. Jadi, dalam proses ini energi
yang diperlukan tersebut tidak hilang, tetapi tersimpan dalam bentuk
ikatan-ikatan kimia pada senyawa kompleks yang terbentuk.
Selain dua macam energi diatas, reaksi anabolisme juga
menggunakan energi dari hasil reaksi katabolisme, yang berupa ATP. Agar asam
amino dapat disusun menjadi protein, asam amino tersebut harus diaktifkan
terlebih dahulu. Energi untuk aktivasi asam amino tersebut berasal dari ATP.
Agar molekul glukosa dapat disusun dalam pati atau selulosa, maka molekul itu
juga harus diaktifkan terlebih dahulu, dan energi yang diperlukan juga didapat
dari ATP. Proses sintesis lemak juga memerlukan ATP.
Anabolisme meliputi tiga tahapan dasar. Pertama, produksi prekursor seperti asam amino,
monosakarida, dan nukleotida. Kedua, pengaktivasian senyawa-senyawa tersebut
menjadi bentuk reaktif menggunakan energi dari ATP. Ketiga, penggabungan
prekursor tersebut menjadi molekul kompleks, seperti protein, polisakarida,
lemak, dan asam nukleat. Anabolisme yang menggunakan energi cahaya dikenal
dengan fotosintesis, sedangkan anabolisme yang menggunakan energi kimia dikenal
dengan kemosintesis.
Senyawa kompleks yang disintesis organisme tersebut
adalah senyawa organik atau senyawa hidrokarbon. Autotrof, seperti tumbuhan,
dapat membentuk molekul organik kompleks di sel seperti polisakarida dan
protein dari molekul sederhana seperti karbon dioksida dan air. Di lain pihak,
heterotrof, seperti manusia dan hewan, tidak dapat menyusun senyawa organik
sendiri. Jika organisme yang menyintesis senyawa organik menggunakan energi
cahaya disebut fotoautotrof, sementara itu organisme yang menyintesis senyawa organik
menggunakan energi kimia disebut kemoautotrof.
Reaksi anabolisme menghasilkan senyawa-senyawa yang sangat dibutuhkan oleh banyak
organisme, baik organisme produsen (tumbuhan) maupun organisme konsumen (hewan,
manusia). Beberapa contoh hasil anabolisme adalah glikogen, lemak, dan protein
berguna sebagai bahan bakar cadangan untuk katabolisme, serta molekul protein,
protein-karbohidrat, dan protein lipid yang merupakan komponen struktural yang
esensial dari organisme, baik ekstrasel maupun intrasel.
2.
Katabolisme
Katabolisme adalah proses memecah
molekul-molekul besar dan kompleks menjadi bentuk yang lebih sederhana,
kebanyakan diubah menjadi energi. Bentuk sederhana ini kemudian akan
menjadi bahan bakar untuk terjadinya reaksi anabolisme, yaitu molekul-molekul
kecil dibangun menjadi molekul yang lebih besar.
C6H12O6 +
6 O2 ----> 6 CO2 + 6 H2O
+ 36 ATP
36
ATP setara dengan 674 kkal
1
ATP = 1 ADP + 7kkal
=
36 ATP × 7 kkal
=
252 kkal (40% dari 674 kkal)
Sisanya
60% (422 kkal) dilepas dalam bentuk panas untuk proses homeostasis.
·
Reaksi Katabolisme di Tubuh
Makanan
yang sudah dikonsumsi dan masuk ke organ pencernaan akan dipecah oleh enzim
yang ada di dalam sistem pencernaan kita. Melalui reaksi katabolisme, protein dipecah
menjadi asam amino. Asam amino ini
bisa digunakan sebagai sumber energi ketika tubuh membutuhkannya. Asam amino
juga bisa didaur ulang untuk membuat protein atau dioksidasi menjadi urea.
Selain
memecah protein, katabolisme juga bisa memecah glikogen menjadi glukosa.
Karbohidrat sederhana ini kemudian akan melalui proses oksidasi yang dinamakan
glikolisis. Dari reaksi inilah energi dihasilkan.
Sedangkan
lemak akan melalui proses pemecahan yang disebut hidrolisis. Proses ini
menghasilkan asam lemak dan gliserol, yang selanjutnya akan melalui reaksi
glikolisis dan reaksi biokimiawi lainnya hingga terbentuklah energi.
Energi
yang dihasilkan dari proses-proses di atas disimpan sebagai molekul adenosine
triphospate (ATP). Banyak aspek dari metabolisme sel, baik anabolisme
maupun katabolisme, berkaitan erat dengan produksi dan konsumsi ATP sebagai
sumber energi, yang juga berperan sebagai bahan bakar dalam seluruh proses
metabolisme.
Olahraga
seperti berlari, berenang,
dan bersepeda adalah jenis kegiatan yang merupakan latihan katabolis atau kardio.
Ketika melakukan aktivitas ini, detak jantung, tekanan darah, dan pernapasan
akan meningkat. Latihan katabolis dapat membantu Anda menjaga kesehatan jantung
dan paru-paru. Namun sebelum melakukan olahraga kardio, sebaiknya berkonsultasi
terlebih dulu dengan dokter jika Anda memiliki kondisi kesehatan tertentu.
·
Hormon-hormon yang Terlibat di Dalam Reaksi Katabolisme antara lain:
Pada
proses katabolisme, tubuh membutuhkan bantuan hormon dan zat tertentu. Sejumlah
hormon yang berperan dalam katabolisme antara lain:
1) Kortisol.
Hormon ini membantu
mengatur metabolisme protein, lemak dan karbohidrat. Hormon yang dikenal
sebagai hormon ‘stres’ ini dihasilkan oleh kelenjar adrenal.
2) Sitokin.
Ini adalah zat yang
mengatur interaksi antar sel dan berperan dalam mengatur sistem kekebalan tubuh.
Beberapa jenis sitokin berfungsi merangsang sistem kekebalan tubuh, sedangkan
beberapa jenis sitokin lainnya berfungsi dalam menekan aktivitas sistem
kekebalan tubuh.
3) Glukagon.
Hormon ini dihasilkan
oleh pankreas,
dan bersama dengan insulin berfungsi menjaga kadar gula dalam darah.
4) Adrenalin.
Hormon yang dikenal
sebagai epinefrin ini dapat meningkatkan detak jantung, menguatkan kontraksi
jantung, dan meningkatkan aliran darah ke otot .
Proses
katabolisme yang dapat menghasilkan energi sangat penting bagi tubuh. Dengan
energi, jantung bisa berdetak sehingga seluruh jaringan tubuh mendapat suplai
darah. Fungsi paru-paru, ginjal, pencernaan, dan metabolisme sel juga bisa
bekerja dengan optimal, untuk memelihara kelangsungan hidup dan kesehatan
tubuh.
Perhatikan skema gambar berikut.
Salah satu proses anabolisme yaitu sintesis atau pembentukan karbohidrat melalui fotosintesis yang terjadi pada tumbuh-tumbuhan. CO2 dan H2O, dalam reaksi ini, dengan bantuan energi cahaya diubah menjadi karbohidrat yang di dalamnya mengandung energi dalam bentuk ikatan kimia.Sementara itu dalam sel-sel makhluk hidup, karbohidrat (dalam hal ini glukosa) akan mengalami serangkaian reaksi respirasi sehingga dihasilkan energi. Selain dibebaskan energi, reaksi pemecahan (katabolisme) glukosa ini juga menghasilkan CO2 dan H2O, apabila digambarkan seperti gambar di atas.
C. Fungsi Energi
Energi dalam tubuh berfungsi
untuk metabolisme basal, yaitu energi yang dibutuhkan pada waktu seseorang
beristirahat, kemudian spesific dynamic acton (SDA), yaitu energi yang
diperlukan untuk mengolah makanan itu sendiri: untuk aktivitas jasmani,
berpikir, pertumbuhan, dan pembuangan sistem makanan.
D. Dampak kekurangan dan kelebihan energy
Kekurangan energi akan menghambat semua aktivitas
jasmani, berpikir dan aktivitas yang terjadi di dalam tubuh. Kekurangan energi
artinya kekurangan konsumsi karbohidrat dan sebagai penggantinya lemak akan terpakai
dan protein akan digunakan sebagai sumber energi. Apabila hal ini terus
berlanjut, akan terjadi Kurang Energi Protein (KEP) yang ditandai dengan
marasmus dan kwaksiorkor.
Gejala klinis kwaksiorkor adalah penampilan seperti
anak gemuk bilamana diet energi cukup tapi kurang protein, gangguan
pertumbuhan, perubahan mental, edema, lemah, anoreksia (hilang nafsu makan),
perubahan warna rambut, kulit bintik merah/hitam, hati membesar, dan anemia.
Gejala klinis marasmus adalah wajah menyerupai orang
tua, sangat kurus karena hilangnya lemak dan otot-ototnya, perubahan mental,
anak menangis terus, kulit kering dan kendur, rambut rontok, lemak bawah kulit
berkurang, otot atrofi sehingga tulang terlihat lebih jelas, diare atau
konstipasi, kelainan jantung, tekanan darah rendah, frekuensi nafas berkurang,
serta anemia.
Telah tersedia dalam tubuh tidak terpakai untuk
energi. Akibatnya, penimbunan lemak terus terjadi dan mengakibatkan kegemukan
atau obesitas. Efek dari obesitas adalah timbulnya penyakit degenratif, seperti
hipertensi, jantung koroner, diabetes, dan stroke.
Energi
dibutuhkan untuk otak, aktivitas fisik, dan semua fungsi organ tubuh, seperti
jantung dan paru-paru.
E. Kebutuhan energi pada ibu hamil
Status gizi ibu pada waktu pembuahan dan selama
hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Status gizi
pada trimester pertama akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan embrio pada
masa perkembangan dan pembentukan organorgan tubuh. Pada trimester II dan III
kebutuhan janin terhadap zat-zat gizi semakin meningkat. Jika zat gizi tidak
terpenuhi, maka plasenta akan kekurangan zat makanan sehingga bisa mengurangi
kemampuannya dalam memproses zat-zat yang dibutuhkan oleh janin.
Ibu yang kekurangan asupan energy dapat menyebabkan
KEK (Kekurangan Energi Kronis), tubuh yang mengalami kekurangan asupan energy
akan mengalami keseimbangan energy negative (asupan energy yang masuk ke dalam
tubuh tidak sama dengan energy yang keluar), akibatnya berat badan ibu
berkurang dan menyebabkan ibu menjadi lemah, gelisah, kurang bersemangat dan
penurunan daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi.
Bahaya kehamilan dengan status gizi kurang pada
janin adalah pertumbuhan, pembentukan, dan perkembangan organ janin kurang
optimal, fungsi organ janin kurang optimal, di khawatirkan akan terjadi cacat
bawaan pada bayi yang dilahir, ukuran kepala bayi kecil sehingga perkembangan
otak tidak optimal, bayi lahir premature, berat bayi lahir rendah yaitu kurang
dari 2500 gram, dan ini memungkinkan terjadinya kematian pada bayi. Dampak lain
gizi kurang saat hamil juga terjadi ketika ibu menjalani persalinan. Seperti
persalinan sulit, prematur, pendarahan setelah persalinan, dan persalinan
dengan operasi (SC) karena kondisi ibu yang cenderung lemah dan kurang
bertenaga untuk melahirkan normal.
Risiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan
dimana status gizi seseorang buruk yang disebabkan karena kurang konsumsi
makanan sumber energi yang mengandung zat gizi makro. Ibu hamil dengan status
gizi buruk atau mengalami KEK (Kurang Energi Kronis) cenderung melahirkan bayi
BBLR dan memiliki resiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan bayi
yang dilahirkan ibu dengan status gizi baik. Beberapa cara digunakan untuk
mengetahui status gizi ibu hamil antara lain: memantau pertambahan berat badan
ibu selama kehamilan, mengukur LILA (Lingkar Lengan Atas), dan mengukur kadar
HB. Pemeriksaan antropometrik digunakan untuk menentukan status gizi ibu yaitu
dengan cara mengukur berat badan sebelum hamil, tinggi badan, indekz massa tubuh,
dan Lingkar Lengan Atas (LILA).
Angka Kecukupan Energi
pada Ibu Hamil
(Permenkes RI No.28 Tahun 2019. AKG.)
Angka kecukupan Gizi untuk energi bagi Orang
Indonesia adalah 2000 kalori.
F. Sumber energi makanan
Energi
yang berasal dari makanan dapat diperoleh dari beberapa zat gizi makro yaitu
karbohidrat, protein dan lemak. Jadi vitamin, mineral, dan air tidak
menghasilkan energi dalam tubuh. Di dalam tubuh, karbohidrat, lemak, dan
protein dipecah menjadi energi dan energi yang dihasilkan dari setiap satu gram
karbohidrat adalah sebanyak empat kalori, lemak sembilan kalori dan protein
empat kalori.Karbohidrat sebagai sumber energi utama bagi manusia harus
dikonsumsi sebanyak 50 persen – 65 persen dari energi total. Adapun lemak
sebanyak 25 persen – 35 persen dari energi total dan protein sebanyak 10
persen—15 persen dari energi total.Sumber Makanan Padi-padian, mie, roti,
umbi-umbian Daging, ikan,telur, kacang-kacangan, tahu, tempe Susu, ikan teri,
kacang-kacangan, sayuran hijau Daging, hati, sayuran hijau Hati, kuning telur,
sayur dan buah berwarna hijau dan kuning kemerahan Biji-bijian,
kacang-kacangan, padipadian, daging Hati, telur, sayuran dan kacang-kacangan
Hati, daging, ikan, biji-bijian, kacangkacangan Buah-buahan dan sayuran
Sumber
:
Ayu Sri Pratiwi. 2020. Risiko
Kekurangan Energi Kronis (KEK) Pada Ibu Hamil.Ensiklopedia of Journal.Vol. 2 No.2 Edisi 2 Januari 2020.
Chaudhry,
R. & Bhimji, S. NCBI .2018. Biochemistry, Carbohydrate, Glycolysis.
Healthdirect
Australia .2016. The role of cortisol in the body.
Marcin,
A. & Bubnis, D. Healthline .2018. Catabolism vs. Anabolism: What’s the
Difference?
Nur
Fita Romalasari. 2020. Hubungan Antara Dukungan Suami Dan Partisipasi Mengikuti
Kelas Ibu Hamil Dengan Kecemasan Menghadapi Persalinan Pada Ibu Hamil
Primigravida Trimester III. Jurnal Bimbingan dan Konseling. Vol4 No.2
Panawala,
L. Research Gate.2017. Difference Between Anabolism and Catabolism.
Redaksi.2015.
Seimbangkan Karbohidrat Agar Tak Kurang
Energi.
Shafira
Roshmita Diniyyah.2017. Asupan Energi, Protein dan Lemak dengan Kejadian Gizi
Kurang pada Balita Usia 24-59 Bulan.DOI : 10.2473/amnt.v1i4.2017.341-350
No comments:
Post a Comment