Tuesday 23 March 2021

INTERPROFESSIONAL EDUCATION KEBIDANAN

 

A.      Definisi Interprofesional Education

IPE merupakan metode pembelajaran antar profesi kesehatan yang berbeda dan terjadi ketika dua atau lebih disiplin ilmu dalam proses belajar bersama untuk meningkatkan kolaborasi serta memahami peran masing-masing. Interprofesional education (IPE) merupakan pendidikan antarprofesi yang terjadi ketika dua atau lebih profesional kesehatan belajar dengan, dari dan tentang satu sama lain untuk meningkatkan kolaborasi dan kualitas perawatan. Menurut definisi, IPE didasarkan pada teori pendidikan, termasuk teori pembelajaran orang dewasa, pembelajaran berbasis kasus, pembelajaran pengalaman, pembelajaran kelompok kecil, dan pembelajaran kooperatif (Anwar, 2019).

Standar kompetensi profesi bidan dalam KEPMENKES RI Nomor HK.01.07/MENKES/320/2020 tentang standar profesi bidan menjelaskan bahwa bidan harus mampu menjalin kerjasama dengan tim kesehatan dalam meningkatkan derajat kesehatan perempuan dan masyarakat yang bertujuan untuk menganalisis penerapan pendidikan interprofesi dalam kurikulum pendidikan profesi bidan. Sehingga penting untuk mengkaji kembali penerapan interprofesional education dalam pendidikan profesi Bidan di Indonesia.

IPE dapat terjadi ketika dua atau lebih profesi kesehatan belajar bersama, saling belajar, dan bekerja sama dalam mempelajari peran masing-masing profesi kesehatan untuk meningkatkan kolaborasi dan kualitas pelayanan kesehatan (Randita et al, 2019).

B.       Tujuan Interprofesional Education

Secara umum IPE bertujuan untuk melatih mahasiswa untuk lebih mengenal peran profesi kesehatan yang lain, sehingga diharapkan mahasiswa akan mampu untuk berkolaborasi dengan baik saat proses perawatan pasien. Proses perawatan pasien secara interprofessional akan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan meningkatkan kepuasan pasien. Tujuan pelaksanaan IPE antara lain:

1.         Meningkatkan pemahaman interdisipliner dan meningkatkan kerjasama;

2.         Membina kerjasama yang kompeten;

3.         Membuat penggunaan sumberdaya yang efektif dan efisien;

4.         Meningkatkan kualitas perawatan pasien yang komprehensif.

WHO (2010) juga menekankan pentingnya penerapan kurikulum IPE dalam meningkatkan hasil perawatan pasien. Gambar berikut menunjukkan bahwa IPE merupakan langkah yang sangat penting untuk dapat menciptakan kolaborasi yang efektif antar tenaga kesehatan profesional sehingga dapat meningkatkan hasil perawatan pasien (Emilia, dkk, 2014).

IPE  memegang  peranan  penting yaitu   sebagai   jembatan   agar   di   suatu   negara collaborative   practice   dapat dilaksanakan.  IPE  berdampak  pada  peningkatan    pemahaman  tentang  peran, tanggung  jawab,  dan  untuk  mengarahkan  siswa  agar  dapat  berpikir  kritis  dan menumbuhkan sikap profesional (Emilia, dkk, 2014).

Kompetensi IPE terdiri atas empat bagian yaitu (Shakhman et al, 2020):

No

Kompetensi IPE

Komponen Kompetensi IPE

1

Kompetensi pengetahuan

Strategi koordinasi

Model berbagi tugas/pengkajian situasi

Kebiasaan karakter bekerja dalam tim

Pengetahuan terhadap tujuan tim

Tanggung jawab tugas spesifik

2

Kompetensi keterampilan

Pemantauan   kinerja   secara   bersama-sama

Fleksibilitas/penyesuaian

Dukungan/prilaku saling mendukung

Kepemimpinan tim

Pemecahan konflik

Umpan balik

Komunikasi/pertukaran informasi

3

Kompetensi sikap

Orientasi tim (moral)

Kemajuan bersama

Berbagi pandangan/tujuan

4

Kompetensi kemampuan tim

Kepaduan tim

Saling percaya

Orientasi bersama

Kepentingan bekerja tim

 

C.      Model Pembelajaran Interprofesional Education

1.    Kuliah klasikal

IPE dapat diterapkan pada mahasiswa menggunakan metode pembelajaran berupa kuliah klasikal. Setting perkuliahan melibatkan beberapa pengajar dari berbagai disiplin ilmu (team teaching) dan melibatkan mahasiswa dari berbagai profesi kesehatan. Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum terintegrasi dari berbagai profesi kesehatan. Kuliah dapat berupa sharing keilmuan terhadap suatu masalah atau materi yang sedang dibahas.

2.    Kuliah Tutorial (PBL)

Setting kuliah tutorial dapat dilakukan dengan diskusi kelompok kecil yang melibatkan mahasiswa yang berasal dari berbagai profesi kesehatan. Mereka membahas suatu masalah suatu masalah dan mencoba mengindentifikasi dan mencari penyelesaian dari masalah yang dihadapi. Modul yang digunakan adalah modul terintegrasi. Dosen berupa team teaching dari berbagai profesi dan bertugas sebagai fasilitator dalam diskusi tersebut.

3.    Kuliah Laboratorium

Kuliah laboratorium dilaksanakan pada tatanan laboratorium. Modul yang digunakan adalah modul terintegrasi yang melibatkan mahasiswa yang berasal dari berbagai profesi kesehatan.

4.    Kuliah Skills Laboratorium

Skills Laboratorium merupakan metode yang baik bagi IPE karena dapat mensimulasikan bagaimana penerapan IPE secara lebih nyata. Dalam pembelajaran skills laboratorium, mahasiswa dapat mempraktekkan cara berkolaborasi dengan mahasiswa dari berbagai profesi dalam memberikan pelayanan kesehatan pada pasien.

5.    Kuliah Profesi/Klinis-Lapangan

Pendidikan profesi merupakan pendidikan yang dilakukan di rumah sakit dan di komunitas. Pada pendidikan profesi mahasiswa dihadapkan pada situasi nyata di lapangan untuk memberikan pelayanan kepada pasien nyata. Melalui pendidikan profesi, mahasiswa dapat dilatih untuk berkolaborasi dengan mahasiswa profesi lain dalam kurikulum IPE (Emilia, dkk, 2014).

D.      Strategi Pembelajaran Interprofesional Education

Menurut Barr (2017) terdapat beberapa strategi pembelajaran interprofesional education yang juga dikenal dengan istilah interprofessional learning (IPL) yaitu sebagai berikut:

1.    Merencanakan bersama

IPL paling baik direncanakan bersama di setiap tingkat yang melibatkan pendidik dari semua profesi terkait dengan perwakilan dari lembaga praktik dan pemberi kerja, asosiasi profesional, serikat pekerja, pelajar, pengguna layanan, pengasuh, dan pemangku kepentingan lainnya. Beberapa akan memiliki pengalaman interprofesional untuk dihubungi. Orang lain mungkin berharap untuk belajar dari mereka yang telah menempuh jalan interprofesional. Banyak yang dapat dipelajari dengan membandingkan dan membedakan intervensi dan strategi IPL, tetapi tidak ada dua situasi yang sama. Satu ukuran tidak cocok untuk semua. Setiap kelompok harus menyusun strateginya sendiri dengan memberikan waktu dan kesempatan untuk menyesuaikan harapan yang berbeda.

2.    Merancang strategi

Menyepakati kapan, di mana, dan bagaimana memperkenalkan IPL di antara dua atau lebih kursus profesional adalah proses yang kompleks. Kursus berbeda dalam panjang, struktur dan jadwal. Pendidik berbeda dalam latar belakang praktik, orientasi teoretis, dan metode pembelajaran pilihan mereka. Memperkenalkan intervensi IPL ad hoc mungkin tampak sebagai cara yang realistis untuk memulai, tetapi dapat menyulitkan di kemudian hari untuk menggabungkannya menjadi rangkaian yang koheren dan progresif. Merumuskan dan menyetujui strategi IPL di awal menghemat waktu dalam jangka panjang.

3.    Mendasari teori

IPL direncanakan dengan lebih koheren, disampaikan secara konsisten, dievaluasi secara ketat, dan dilaporkan secara efektif jika secara eksplisit didukung oleh teori. Pendidik perlu mendamaikan dan menyelaraskan perspektif teoritis dari pendidikan dan praktik dari profesi masing-masing. Perspektif psikodinamik menginformasikan beberapa inisiatif IPL awal, memberi jalan kepada perspektif psiko-sosial dan, baru-baru ini, perspektif sosiologis (Barr, Koppel, Reeves et al., 2005). Tanggung jawab terletak pada perencana untuk membangun perspektif mereka sendiri, mensintesis perspektif antropologis, pendidikan, organisasi, psikologis dan / atau sosiologis menjadi alasan yang koheren dan teoritis yang mendukung program IPE.

4.    Merumuskan hasil

Tolok ukur komposit, seperti yang disepakati antara asosiasi Inggris untuk profesi kesehatan, menetapkan standar keseluruhan sebelum merumuskan hasil berbasis kompetensi. Kerangka kerja yang paling otoritatif berasal dari Kanada (Kolaborasi Kesehatan Interprofessional Kanada, 2010) dan Amerika Serikat (Panel Pakar Kolaborasi Pendidikan Antar Profesional, 2011). Keduanya mengacu pada kerangka kerja Inggris (Combined Universities Interprofessional Learning Unit, 2010) di mana pendidik merumuskan kemampuan daripada kompetensi untuk menyampaikan proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Kurikulum yang dipimpin hasil mendorong pendidik dan siswa untuk mengembangkan pengajaran dan pembelajaran secara responsif dan fleksibel.

5.    Mengadaptasi metode belajar mengajar

Berbagai metode pembelajaran, dari mana pendidik memilih, telah diadopsi dan diadaptasi dari profesional untuk pendidikan interprofesional. Ini termasuk: pembelajaran berbasis kasus; pembelajaran berbasis masalah; penyelidikan kolaboratif; pertanyaan apresiatif; pembelajaran berbasis observasi; pembelajaran berdasarkan pengalaman; pembelajaran reflektif; pembelajaran simulasi; peningkatan kualitas berkelanjutan; dan lainnya.

6.    Memperkuat pembelajaran praktik interprofesional

Pembelajaran praktik antarprofesional (IPPL) lebih kuat ketika universitas dan lembaga praktik mengadakan perjanjian yang saling menguntungkan untuk memastikan, di satu sisi, bahwa pengalaman penempatan IPE tersedia dalam jumlah yang diperlukan untuk standar yang disyaratkan dan, di sisi lain, bahwa pengajar praktik dipersiapkan, didukung, dan dihargai. Mengajar dan belajar di kelas dan penempatan kemudian bisa menjadi dua sisi dari mata uang yang sama.

E.       Penerapan IPE dalam kurikulum pendidikan kesehatan

IPE yang juga dikenal dengan istilah interprofessional learning, merupakan suatu konsep Pendidikan yang direkomendasikan oleh World Health Organisation (WHO) sebagai Pendidikan terintegrasi untuk membangun kolaborasi antara tenaga kesehatan. Implementasi IPE dalam kurikulum Pendidikan kesehatan memiliki tiga fokus. Pertama, peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mahasiswa dalam praktik kolaborasi antar profesi kesehatan. Kedua, berfokus pada pembelajaran tentang bagaimana menciptakan kolaborasi yang efektif dalam sebuah tim. Ketiga, menciptakan kerjasama yang efektif untuk meningkatkan kualitas pelayanan terhadap pasien.

Berdasarkan penelitian Lapkin, et al. (2013), penerapan IPE harus dimulai pada tahap awal akademik mahasiswa, sebelum mereka menjadi seorang professional kesehatan. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Thibault (2013), bahwa IPE harus dilaksanakan baik pada tahap akademik maupun praktik klinik dengan tujuan menghubungkan antara teori yang didapatkan mahasiswa selama pembelajaran di kampus dan praktik yang dijalani di lapangan, ini terbukti memberikan banyak manfaat bagi mahasiswa (Sulistyowato, 2019).

Persiapan untuk pelaksanaan IPE adalah diawali dengan komitmen antarinstitusi pendidikan profesi kesehatan. Selain itu tersedianya sumber daya fasilitator yang kompeten dan paham IPE, fasilitas fisik, bagian khusus untuk mengkoordinir program IPE, standar pelaksanaan program IPE, modul pembelajaran dan standar evaluasi program. Hal ini diperkuat dengan adanya kekuatan regulasi dan kekuatan hukum (Juaeriah dkk, 2017).

Pelaksanaan IPE dapat dilakukan melalui berbagai strategi yang didasarkan pada sifat mata pelajaran, kesiapan siswa, dan kompetensi guru. Berbagai kursus dapat mengintegrasikan IPE sebagai bagian dari strategi pembelajaran dan pengajaran mereka. Ini termasuk, tetapi tidak terbatas pada, bioetika, pengenalan atau dasar dari praktik profesional perawatan kesehatan, kepemimpinan dan manajemen, penelitian, peningkatan kualitas, mata pelajaran komunikasi, kursus berpikir kritis, manajemen kasus, dan musyawarah (Shakhman et al, 2020).

IPE dapat disampaikan melalui debat tentang masalah kesehatan tertentu. Misalnya, simulasi manajemen darurat komprehensif pasien diabetes mellitus, putaran besar tentang menangani kasus di mana kompetensi pasien interprofessional diperlukan, sesi refleksi, studi kasus, penelitian, kerja komunitas, pembelajaran layanan, atau bahkan melalui kelas sederhana atau diskusi online di mana keahlian interprofesional diperlukan untuk memfasilitasi diskusi komprehensif tentang konsep tertentu. Misalnya, di Universitas Arab Beirut, kursus IPE ditawarkan kepada siswa senior dari semua fakultas kedokteran (kecuali siswa dari College of Medicine) pada semester musim semi tahun kelulusan mereka. Kursus ini ditawarkan dalam empat fase: lokakarya dasar, klarifikasi peran, perencanaan perawatan pasien, dan proyek. Pertama, siswa bekerja secara individu, kemudian sebagai tim profesional khusus disiplin, dan terakhir sebagai tim interprofesional untuk menyelesaikan tugas. Dampaknya dinilai mengenai kesadaran pelajar tentang peran profesi lain, perencanaan perawatan pasien, dan kesiapan untuk praktik kolaboratif interprofesional. Para siswa mencapai nilai yang lebih tinggi dalam tim interprofesional daripada sebagai siswa individu dan tim intraprofesional. Secara klinis, siswa dapat belajar melalui IPE dengan memaparkan mereka pada berbagai kasus yang dapat dinilai, didiagnosis, dirawat, dan dievaluasi secara interprofesional. Diskusi sketsa kasus melalui konferensi kasus dapat dimanfaatkan untuk memanfaatkan diskusi dan refleksi antarprofesional. Masalah manajemen mutu di rumah sakit juga dapat didiskusikan dan dikritik sebagai sebuah tim. Pelaksanaan penelitian melalui kepenulisan kolaboratif juga merupakan strategi yang layak untuk mahasiswa kesehatan. Klub jurnal dan diskusi tentang praktik berbasis bukti juga merupakan kesempatan belajar yang dapat digunakan untuk meningkatkan kolaborasi di antara anggota tim perawatan kesehatan. Tim kesehatan sekutu juga dapat mengembangkan program untuk menangani masalah kesehatan tertentu (Shakhman et al, 2020).

IPE memberikan para pelajar pelatihan yang mereka butuhkan untuk menjadi bagian dari tenaga kesehatan kolaboratif yang siap praktik. Namun, itu tidak dimulai dan berakhir di kelas atau sampai kelulusan. Mekanisme tambahan harus tersedia untuk membantu lulusan membagikan praktik mereka setelah mereka menjadi praktisi yang memenuhi syarat. Oleh karena itu, perencana sistem kesehatan dan pendidik kesehatan harus terlibat dalam diskusi tentang bagaimana mereka dapat membantu transisi pelajar dari pendidikan ke tempat kerja. Program pembelajaran dalam layanan dan pendidikan berkelanjutan harus dikembangkan dan dilaksanakan dengan mempertimbangkan dinamika dan kompleksitas menjadi anggota tim perawatan kesehatan (Shakhman et al, 2020).

 

Sumber :

Anwar, Haerul dan Elsye Maria Rosa, 2019, Meningkatkan Komunikasi dan Kolaborasi dengan Interprofessional Education (IPE): literature Review, Jurnal Keperawatan Muhammadiyah Edisi Khusus 2019.

Barr, Hugh, et al, 2017, Interprofessional Education Guidelines, Centre for the Advancement of Interprofessional Education (CAIPE), ISBN 978-0-9571382-6-1.

Emilia, dkk, 2014, Buku Acuan Umum CFHC-IPE, Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta.

Juaeriah, Ryka., Dewi, S.P., & Prwara, B.H. 2017. Metode Pembelajaran Interprofessional Education Bagi Mahasiswa Tenaga Kesehatan. Jurnal Kesehatan Budi Luhur p-ISSN 1978-8479 e-ISSN 2581-0111

Menkes RI. 2020. Kepmenkes RI Nomor HK.01.07/MENKES/320/2020 tentang Standar Profesi Bidan. Jakarta diakses melalui https://www.ibi.or.id/download/?id=D20200724001&lang=id

Randita, A., Widyandana, W., & Claramita, M. (2019). IPE-COM: a pilot study on interprofessional learning design for medical and midwifery students. Journal of multidisciplinary healthcare, 12, 767–775. https://doi.org/10.2147/JMDH.S202522

Shakhman, L. M., Al Omari, O., Arulappan, J., & Wynaden, D. (2020). Interprofessional Education and Collaboration: Strategies for ImplementationOman medical journal35(4), e160. https://doi.org/10.5001/omj.2020.83

Sulistyowati, Endah, 2019, Interprofessional Education (IPE) dalam Kurikulum Pendidikan Kesehatan Sebagai Strategi Peningkatan Kualitas Pelayanan Maternitas, Jurnal Kebidanan, 8 (2).

Thomas J Birk, 2017, Principles for Developing an Interprofessional Education Curriculum in a Healthcare Program, Journal of Healthcare Communications, Vol. 2 No. 1.

 

No comments:

Post a Comment