Wednesday 8 October 2014

PERKEMBANGAN PELAYANAN KEBIDANAN DI DALAM NEGERI

Pada zaman dahulu kegiatan kebidanan dianggap kegiatan biasa saja sehingga tidak perlu dicatat. Sehingga di Indonesia tidak ditemukan catatan-catatan mengenai kebidanan. Hanya saja pelayanan kebidanan tersebut dapat terlihat dari kebiasaan di daerah – daerah terutama dalam perawatan kehamilan, menolong persalinan, perawatan nifas, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan kehamilan.
Adapun perkembangan pelayanan kebidanan menurut catatan dimulai pada tahun 1807. Dimana kronologisnya sebagai berikut:
1.     Masa Pemerintahan Gubernur Daendles (1807)
Pada zaman pemerintahan Belanda oleh Daendles angka kematian ibu dan bayi sangat tinggi. Tenaga penolong persalinan saat itu adalah dukun. Para dukun tersebut dilatih, namun tidak berlangsung lama karena tidak ada tersedianya pelatih kebidanan. Selain itu, perayanan kesehatan dan kebidanan saat itu diperuntukkan hanya bagi orang – orang Belanda yang ada di Indonesia.
2.    Pendidikan Dokter Jawa (1849)
Pada Rumah Sakit Militer Belanda yang sekarang dikenal dengan RSPAD Gatot Subroto di Batavia, telah dibuka pendidikan Dokter Jawa.
3.    Pendidikan Bidan Pribumi (1851)
Seiring dengan dibukanya pendidikan Dokter Jawa, maka dibukalah pendidikan bidan bagi wanita pribumi di Batavia oleh Dr. W. Bosch. Dimana lulusan sekolah tersebut bekerja di Rumah sakit dan di masyarakat. Sehinga mulai saat itu, pelayanan kesehatan ibu dan anak dilakukan oleh dukun dan bidan.
4.    Pelatihan Bidan secara Formal (1952)
Sudah mulai diadakan agar para dukun dapat meningkatkan kualitas pertolongan persalinan. Pelatihan ini pun masih berlangsung sampai sekarang yang diberikan oleh bidan.
5.    Kursus Tambahan Bidan (1953)
Kemudian mengenai perubahan pengetahuan dan keterampilan dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak secara menyeluruh di masyarakat, dilakukan melalui Kursus Tambahan Bidan (KTB) di Yogyakarta. Hal ini diikuti oleh kota – kota besar lainnya di nusantara. Seiring dengan pelatihan tersebut, didirikan pula Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA) dengan bidan sebagi penanggung jawabnya. Adapun pelayanan yang diberikan mencakup: pelayanan antenatal. Postnatal, pemeriksaan bayi dan anak, imunisasi serta penyuluhan gizi. Sedangkan diluar itu, bidan memberi pertolongan persalinan di rumah pasien dan melakukan kunjungan lanjut pasca persalinan.
6.    Pendirian Puskesmas (1957)
Berawal dari BKIA, dilanjutkan dengan pendirian Puskesmas sebagai wadah terintegrasi bagi masyarakat. Dimana Puskesmas memberikan pelayanan di dalam dan di luar gedung dengan orientasi wilayah kerja. Tugas bidan Puskesmas adalah memeberikan pelayanan kesehatan bagi ibu dan anak, termasuk keluarga berencana.
Pelayanan kebidanan di luar gedung yaitu pelayanan kesehatan keluarga dan pelayanan di pos terpadu (Posyandu). Lima kegiatan pelayanan Posyandu, antara lain: pemeriksaan kehamilan , pelayanan KB, imunisasi, gizi dan kesehatan lingkungan.
7.    Pemerataan Pelayanan (1990)
Pada tahun ini pelayanan kebidanan dilakukan secara merata, dan dekat dengan masyarakat, sesuai kebutuhannya.
8.    Kebijakan Presiden dalam Inpres (1992)
Kebijakan presiden berupa Istruksi Presiden (Inpres) disampaikan secara lisan pada Sidang Kabinet.Kebijakan ini mengenai perlunya mendidik bidan untuk penempatan di desa. Adapun tugas pokok bidan di desa adalah sebagai pelaksana KIA, khususnya pelayanan kesehatan ibu hamil, bersalin, dan nifas serta pelayanan kesehatan BBL, termasuk pembinaan paraji. Ditambah dengan pelayanan kesehatan bayi dan KB yang dilakukan sejalan dengan tugas utamanya sebagai pemberi layanan kesehatan pada ibu.
Dalam melaksanakan tugas pokoknya bidan desa melakukan kunjungan rumah pada ibu dan anak yang memerlukannya, pembinaan Posyandu di wilayah kerjany, serta mengembangkan Pondok Bersalin sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat. Orientasi pelayanan bidan desa yaitu kesehatan masyarakat sedangkan bidan di Rumah Sakit berorientsi pada individu. Selain itu tugas bidan di rumah sakit mencakup pelayanan di poliklinik antenatal, KB, ruang perinatal, kamar bersalin, kamar operasi, dan ruang nifas.
9.    Konferensi Kependudukan dunia (1994)
Titik tolak KPD yang diambil di kairo. menekankan kepada kesehatan reproduksi. , memperluas area pelayanan kebidanan, seperti:
a.    Safe motherhood (termasuk bayi baru lahir dan perawatan abortus
b.    Keluarga Berencaa.
c.    PMS termasuk termasuk infeksi alat reproduksi
d.    Kesehatan Reproduksi Remaja
e.    Kesehatan Reproduksi orang tua
Dalam melaksanakan peran, tugas, dan fungsinya didasarkan kepada kemampuan dan wewenang yang diberikan. Kewenangan tersebut diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Dimana Permenkes yang kebidanan selalu berubah sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat. Permenkes berisi:
1)    Permenkes No. 5380/ XI/1963, yang menyatakan bidan hanya berwenang sebatas persalinan normal.
2)   Permenkes No. 363/IX/1980, yang kemudian menjadi Permenkes 623/1989, menyatakan wewenang bidan dibagi menjadi 2, yaitu: umum dan khusus. Khusus berarti bidan melaksanakan tindakan khusus dibawah pengawasan dokter termasuk saat membuka praktek perorangan 
3)   Permenkes No. 572/ VI/1996, mengatur registrasi dan praktik bidan. Bidan diberikan wewenang mandiri dalam melaksanakan tugasnya, mencakup:
a)  Pelayanan ibu dan anak
b) Pelayanan KB
c)  Pelayanan Kesehatan Masyarakat
4)   Permenkes No. 900/Menkes/SK/VII/2002 revisi dari Permenkes No. 572/VI/1996, mengatur tentang registrasi dan praktek bidan. Dalam prakteknya bidan diberi kewenangan yang meliputi:
a)  Pelayanan pranikah, antenatal, intranatal, postnatal, BBL, dan balita
b) Pelayanan KB yang meliputi pemberian obat dan alat kontrasepsi oral, suntikan, pemasangan dan pencabutan AKDR.

Dalam melaksanakan tugasnya bidan melakukan kolaborasi, konsultasi, dan rujukan sesuai kondisi pasien,kewenangan serta kemampuannya. Dalam keadaan darurat bidan juga diberi wewenang pelayanan kebidanan yang ditujukan untuk penyelamatan jiwa. Dalam aturan tersebut juga ditegaskan bahwa bidan dalam menjalankan praktek harus sesuai dengan kewenangan, kemampuan, pendidikan, pengalaman serta berdasarkan standar profesi. Pencapaian kemampuan bidan sesuai dengan Kepmenkes No. 900/2002 tidaklah mudah, karena kewenangan yang diberikan oleh Departemen Kesehatan ini mengandung tuntutan akan kemampuan bidan sebagai tenaga profesional dan mandiri.

No comments:

Post a Comment